on Jumat, 22 September 2017
Hari Kamis 21 September 2017 saya menulis tulisan ini. Tepatnya setelah nonton acara #IniTalkshow90an seperti biasa bertempat di tempat terfavorit, kamar tidur tanpa cahaya lampu. Oia, jika boleh ngasih tau paha dan kaki saya sedikit nyut-nyutan nih, tadi siang abis sepedaan sambil beli modem baru sekalian nengok ponakan yang menempuh kehidupan baru dimana lahir dari rahim salah satu member #Manbis09 Lumayan jauh sepedaannya kayanya bisa sampe 30 KM lebih deh, tapi sayang record di Google Fit corrupt gara-gara HP saya mati habis daya. Jadi ga bisa liat detail lengkap perjalanan sepedaannya, sayang sekali.

Sambil dengerin lagu duet Khai Bahar sama Baby Shima di Youtube, saya mikir mau nulis apaan nih bingung dan susah juga nemuin temanya. Tapi setelah itu saya teringat pernah baca menurut orang-orang menulis yang paling mudah itu adalah menulis pengalaman pribadi, jadi saya putusin buat cerita pengalaman pribadi aja di tulisan ini. Walau cuma curat, tetep aja harus meres otak nulisnya. Mikir, mengingat-ingat kejadian, memilih kata-kata yang tepat, baca bolak-balik takut ada yang typo dll.

Mulai aja yah. Jadi begini, di zaman modern seperti sekarang kan ada beragam macam media social tercipta dan sebagai generasi kekinian tentunya saya juga wajib memilikinya dong. Tapi dari beberapa media social yang populer sekarang ini, saya setiap harinya wajib akses yang namanya Twitter dan bisa berselancar berjam-jam disitu. Kalau boleh milih saya mendingan ga bisa buka Instagram daripada ga bisa buka Twitter. Bisa galau saya kalau ga bisa akses Twitter, salah satu alasannya adalah banyak informasi fresh dan penting secara aktual disampaikan di Twitter. Walaupun begitu yah di Twitter banyak sampah nalarnya juga sih.

Beberapa hari yang lalu saya merinding, hidung memerah dan kemudian mulai mbrebes mili gara-gara baca postingan Twitter dari akun @scorpioritta yang di retweet sama @BiLLYKOMPAS yang dimana ceritanya mengenai Hartono, Ojek Konvensional yang Tak Kenal Lelah. Kisahnya viral dan kemudian @scorpioritta mulai menggalang dana mengajak orang-orang untuk berdonsi lewat @kitabisacom Mungkin teman-teman yang baca tulisan saya ini belum mengetahui kisahnya, jadi saya coba sedikit copy-paste cerita Hartono, Ojek Konvensional yang Tak Kenal Lelah dari web @kitabisacom, berikut ceritanya:

Pak Hartono, pria 63 tahun yang masih harus bertaruh nyawa menembus jalanan Jakarta demi Rupiah yang belum tentu dia dapatkan.

Malam itu, Rabu 13 September 2017, persis jam 10 malam di mana waktu operasional Grand Indonesia berakhir, saya memesan ojek online untuk pulang ke rumah. Namun setelah lama menunggu, ojek online yang saya pesan tidak kunjung tiba dan tidak bisa dihubungi. Terpaksa akhirnya saya tekan opsi “Cancel” pada aplikasi.

Selagi berdiri di kerumunan ojek online, seseorang menyapaku ramah.

“Mba, ojek, Mba? Saya bukan ojek online, tapi saya mau antar Mba ke mana pun,” tawar sosok renta itu kepadaku.

Spontan kugelenggkan kepala karena aku butuh beberapa saat untuk yakinkan diri bahwa situasi aman—iya di Jakarta memang perlu insecure untuk secure.

Setelah memastikan kondisi terkendali, kuhampiri Bapak tadi. Kusebutkan tujuanku yang segera diamininya, “Oh, ayo, Mbak!” ucapnya semangat bahkan tanpa bertanya soal berapa tarif yang akan dia dapat nanti.

Dari kawasan Menteng, Jakarta Pusat, kunaiki Honda Astera 1997 yang sudah tidak bisa melaju kencang menuju Rawamangun. Di jalan, aku membuka obrolan yang disambut dengan sangat hangat oleh si Bapak.

“Bapak namanya siapa?”

“Hartono, Mba.”

“Salam kenal, Pak Hartono. Saya Tiara. Kenapa nggak gabung ojek online aja, Pak? Kan biar lebih gampang dapat penumpangnya,” aku membuka bincang dengan satu saran.

“Usia saya sudah 63 tahun, Mba. Nggak diterima lagi. Mungkin mereka khawatir saya nggak bisa buka handphone, hehehe,” jawabnya seraya terkekeh kecil.

Dheg. 63 tahun. Usia yang persis sama saat Ayahku meninggal dua tahun lalu.

“Oh gitu. Jadinya Bapak cari penumpang keliling aja, ya. Emangnya rumah Bapak di mana?”

“Cengkareng, Mba.”

“Cengkareng, Pak?” aku ulang jawabannya dengan nada meninggi seolah tidak percaya.

Kupikir lagi. Jarak Cengkareng-Menteng itu jauh, lho. Naik motor tua yang jalannya nggak laju lagi, mungkin akan memakan waktu tidak sebentar.

“Iya, Mba. Soalnya di daerah saya sepi penumpang. Jadi saya harus cari tempat yang banyak orangnya, kayak di mall-mall gitu.”

“Biasanya mangkalnya di mana aja, Pak?”

“Nggak pernah mangkal di satu tempat, Mba. Keliling aja. Soalnya kalau mangkal, suka diusir sama satpam atau ojek pangkalan setempat.”

“Oh gitu, Pak. Biasanya narik dari jam berapa, Pak?”

“Jam 6, Mba.”

“Pulang jam berapa?”

“Jam 12 malam.”

“Dapat banyak penumpang nggak?”

“Nggak bisa dipastikan, Mba. Pernah juga nggak dapat sama sekali,” tuturnya lirih.

Sampai di sini aku tercekat. Hari itu, aku begitu banyak mendapat kemudahan dan keberkahan hidup. Sementara di hari yang sama, ada sesamaku yang begitu sulit untuk bertahan. Aku terdiam karena kata-kata mulai meleleh bersama air yang mulai mengambang di kelopak mata.

Singkat cerita, Pak Hartono adalah kepala keluarga yang masih harus menghidupi satu istri dan ketiga anaknya yang masih sekolah SMA dan SMP. Sebagai tulang punggung tambahan, istrinya membantu keuangan keluarga dengan berjualan donat.

Sampai barusan saya cek donasi yang dikumpulkan di @kitabisacom mencapai tujuh puluhan juta rupiah dari target donasi sebesar lima puluh juta rupiah. Alhamdulillah luar biasa sekali memang warganet Indonesia ini, diballik cerita katanya mereka individualistis dan katanya perekonomian sedang susah mereka dapat berbondong-bondong berdonasi membantu.

Cerita lain yang saya alami sendiri pada hari Rabu tanggal 20 September 2017. Saat itu saya berencana pulang ke Bandung pakai kereta jam 18:45 dari Stasiun Gambir, karena ada rapat tim saya baru bisa keluar kantor jam 17:20. Beruntungnya saya dapat mamang Ojek Online yang cekatan menghindar kemacetan Ibu Kota dikala jam sibuk pulang kantor, kurang lebih jam 18:15 saya sampai di Stasiun Gambir kemudian langsung cetak Boarding Pass. Kereta take off tepat pukul 18:45 dan lucunya saya bertemu salah satu member #JalanSore di Kereta padahal kita ga janjian pulang bareng loh, dan tepat jam 21:45 kereta sampai di Stasiun Bandung dengan selamat, Alhamdulillah. Memang sepertinya sekarang Argo Parahyangan akan jadi pilihan utama kalau pulang ke Bandung menghindari kemacetan mengerikan di jalan tol yang sudah padat dan kemudian sekarang ditambah proyek kereta Light Rail Transit & proyek jalan tol Jakarta-Cikampek II elevated yang membuat jalan tol semakin crowded.

Sampai di Stasiun Bandung masuk seorang Bapak yang menawarkan jasa angkut barang, padahal kereta belum sepenuhnya berhenti. Bapak porter tersebut bisa di bilang tidak muda lagi, mungkin umurnya sama seperti Bapak Hartono ojek konvensional yang saya ceritakan sebelumnya. Tapi di balik tubuh rentanya pada malam menjelang larut hari itu Bapak porter masih dengan semangat menawarkan jasanya, walau begitu sepertinya di gerbong kereta yang saya naiki tidak ada penumpang yang membawa barang berlebih yang bisa memakai jasa si Bapak porter. Saya sendiri cuma bawa satu tas berisi satu laptop dan satu novel yang belum selesai di baca, semoga di gerbong lain ada ibu-ibu habis pulang belanja di Pasar Tanah Abang bawa banyak gembolan belanjaan yang dengan senang hati barangnya di bantu diangkat Bapak porter.

Kisah lain tentang seseorang yang memperjuangkan hidupnya saya lihat beberapa minggu lalu. Sepulang kerja yang kebetulan waktu itu dapet jadwal piket jadi saya pulang aga larut malam, karena kuota internet habis saya mampir dulu ke konter HP deket kosan. Ketika nunggu Abang konter melayani customer lain saya liat ada seorang Ibu mengorek-ngorek tong sampah tidak jauh dari konter HP, si Ibu dengan tekun memilah-milah botol dan plastik bekas yang kemudian dimasukkan ke karung yang dibawanya. Seketika tenggorokan tercekat, si Ibu yang sepertinya usianya seumuran dengan Mamah saya malam-malam harus jalan kaki berkeliling mencari barang bekas yang dapat di jual untuk menyambung kehidupannya. Barang bekas yang akan terkumpul mungkin harganya tidak akan mencapai puluhan atau ratusan ribu seperti harga kuota internet yang saya akan belanjakan di konter HP pada malam itu. Padahal mungkin isi kuota yang dibeli cuma habis buat view Instagram Story, nonton video di Youtube atau streaming sepak bola.

Dibalik gemerlap dan hingar-bingarnya Ibu Kota banyak orang yang sedang memperjuangkan kehidupannya, baik itu orang-orang yang berjuang menambah simpanan di rekeningnya maupun orang-orang yang berusaha bertahan menyambung kehidupannya. Posisi saya dimana ? Saya berasal dari keluarga yang sederhana saja dan Alhamdulillah sudah bekerja di salah satu Bank BUMN. Gaji Banker dengan jabatan staf biasa emang ga gede-gede banget tapi ya bersyukur sudah mandiri dan sedikit-sedikit bisa bantu keluarga dan ngasih jajan Ade.

Sebenernya di balik sifat saya yang sedikit keras dan terlihat cuek saya punya hati yang sensitif. Orang yang gampang mbrebes mili, tapi katanya orang yang mudah mengeluarkan air mata punya stok empati yang besar banget, mereka dengan mudah menempatkan diri di posisi orang lain. Saya berharap semoga saya selalu bisa membatu dan menyenangkan orang lain karena sebenarnya berbuat baik kepada orang lain akan melahirkan hubungan kasih sayang di antara sesama. Mungkin baiknya niat baik itu bukan harapan saya sendiri, tetapi menjadi harapan kita semua. Dunia memang bukan pabrik pengabul permintaan, tetapi harapan untuk bisa selalu membantu orang saya rasa pasti akan dimudahkan oleh Yang Maha Kuasa.

Amin...


Glosarium:
Mbrebes Mili adalah berlinang air mata
#Manbis09 adalah Manajemen Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2009, dimana saya sempat menjadi Ketua Kelas disana
#JalanSore adalah nama salah satu Group Whatsapp di HP saya yang berisi beberapa alumus Manajemen Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia lintas angkatan
on Selasa, 27 Juni 2017
Selamat lebaran, selamat lebaran. Raihlah kemenangan. Selamat lebaran, selamat lebaran. Mari kita saling memaafkan

Baris kalimat diatas adalah potongan lirik lagu yang dinyanyikan oleh Pasha vokalis dari Group Band Ungu yang dulu sampai sekarang sering saya dengarkan untuk menyambut dan merayakan hari Idul Fitri, Lebaran. Nama saya Rio, anak sulung dari Mamah yang mengagumi sosok Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Sebetulnya saya mempunyai Kakak perempuan. Tapi Tika, nama Teteh saya meninggal beberapa saat setelah dilahirkan, sedih yah.

Alhamdulillah orang tua saya dari saya kecil selalu berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan saya. Selalu di usahakan dan di bela-belain. Makanya sekarang saya berusaha jangan pelit sama orang tua, saya mendingan uang pas-pasan engga bisa hedon tapi kebutuhan orang tua dan keluarga terpenuhi, engga kekurangan. Cari uang buat siapa kalau bukan buat orang tua. Kecuali saya udah nikah dan punya anak, baru dibagi-bagi dan prioritas bergeser sedikit. Gaji Banker emang ga gede-gede banget tapi ya bersyukur, yang penting masih bisa pulang ke Bandung dua minggu sekali sama beli beberapa buku di Gramedia. Saya memang belum pernah kaya, tapi semoga selalu raya.

Menjelang lebaran waktu kecil baju dan sepatu harus baru, udah gede engga apa-apa pakai baju tahun lalu. Setelah lebaran waktu kecil buru-buru jajan abisin uang, udah gede susah payah nyisain uang. Menjelang lebaran waktu kecil mikirin baju dan mainan baru, udah gede mikrin THR, kasih orang tua, zakat, ampao. Setiap orang punya prioritas dan kepentingan masing-masing, tapi sayangnya prioritas dan kepentingan yang berbeda malah sering menimbulkan pertentangan, perselisihan bahkan permusuhan.

Lebaran bisa jadi momentum merekatkan tali silaturahmi agar saling memelihara persaudaraan sekaligus saling mengingatkan dalam kebaikan dan dijauhkan dari perpecahan. Perbedaan membuat kita kuat dalam empati dan saling dukung satu sama lain, bukan saling mencaci dan memaki. Keragaman dan perbedaan adalah keniscayaan yang dikehendaki Allah untuk seluruh makhluk, termasuk manusia. Ramadhan insyaallah telah menempa hati, mengasuh jiwa serta mengasah nalar kita sehingga bersemangat berlomba-lombalah dalam kebajikan.

Semoga saya, kamu, kita selalu biberi dan diberkahi hati, jiwa, nalar serta harta yang baik serta cukup sehingga selalu peduli dan senang membantu orang yang mengalami kesusahan. Karena terkadang kita lupa ketika mendapatkan lebih dari yang kita dibutuhkan bukannya menyisihkan untuk orang yang kekurangan, kita malah iri melihat orang lain menerima lebih dari yang kita dapatkan.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1438 H. Taqabbalallahu Minna Wa Minkum, Shiyamana Washiyamakum. Mohon Maaf Lahir & Batin.

-Rio Febriansyah-
on Sabtu, 04 Februari 2017
Dia pulang ke rumah, sedikit terlambat. Hari itu adalah hari kerja terakhir tahun kemarin, untuk merayakannya ada acara tutup tahun pada sore hari. Tetapi timnya terlihat masih cukup sibuk menangani beberapa transaksi. Mungkin untuk mengejar target memperkecil margin pinjaman yang bermasalah pikirnya. Kurang lebih jam sembilan malam Dia dan timnya baru bisa pulang, sedangkan teman-temannya yang lain telah terlebih dahulu beranjak pulang setelah acara tutup tahun selesai menjelang magrib.

Di hari yang melelahkan. Malam itu Dia bergegas membuka aplikasi ojek online untuk memesannya agar bisa mengantarkannya ke Ibu Kota sebelah Timur, tempat dimana mobil-mobil besar favoritnya menunggu. Sepanjang perjalanan dari Selatan ke Timur Dia beberapa kali mengobrol dengan driver ojek online yang diboncengnya. Banyak topik yang mereka perbincangkan seperti masalah tempat tinggal misalnya. Ternyata Bapak driver ojek online yang cukup humoris itu tinggal Ibu Kota sebelah Barat. Dia menganggap Bapak tersebut luar biasa, di malam hari Ibu Kota yang masih tetap padat atau bahkan harus di katakan macet si Bapak mau mengantarkannya dari Selatan ke Timur dan setelah itu pulang ke rumahnya di sebelah Barat. Saya mau mengejar target promo akhir tahun, jadi bisa dapat bonus yang lumayan buat anak-anak di rumah, ujar si Bapak driver ojek online kepadanya.

Setelah sampai di tempat yang Dia tuju di dalam pemesanan ojek online, tebakannya salah besar. Ternyata bukan mobil-mobil besar favorit yang menunggunya, tetapi Dia yang harus menunggu mobil itu untuk datang menjemputnya pulang. Di tempat Dia menunggu, di samping kantor Badan yang mengurusi Aparatur Sipil Negara Dia harus mengambil antrian tiket terlebih dahulu sampai mobilnya datang. Banyak orang yang cemas melihat warna tiket dan nomor yang tertulis di dalamnya, nomor yang mereka dapat berjumlah tiga atau bahkan empat digit sedangkan mobil yang akan mengantarkan mereka pulang belum terlihat satupun. Jika mobilnya datang pun akan langsung terisi penuh oleh penumpang yang mendapatkan tiket dengan nomor digit lebih sedikit daripada yang penumpang lain dapatkan.

Alhamdulillah mobil dengan tujuan trayek ke tempat Dia pulang lebih cepat datangnya dibandingkan dengan tujuan trayek ke Priangan Timur lainnya. Mobil langsung terisi penuh bahkan sang kondektur harus menambahkan kursi tambahan, tetapi itu tidak mengurangi jumlah penumpang yang menunggu. Waktu tunggu mobil mengangkut penumpang sangat singkat, tidak sebanding dengan kecepatan bertambahnya nomor tiket penumpang. Kurang lebih jam sebelas malam mobil yang dia tumpangi mulai merangkak menyusuri jalanan Tol dalam Kota, meninggalkan orang-orang gelisah yang terlihat berkerumun semakin banyak. Kegelisahaan dan tujuan mereka sama, ingin cepat sampai rumah tanpa harus menunggu lebih lama lagi.

Dalam perjalanan Dia dan penumpang lainnya di temani alunan lagu-lagu melankolis, tembang kenangan yang di putarkan oleh sang supir. Lagu Jangan Simpan Tangismu dari Christine Pandjaitan mulai terdengar sayup-sayup dari speaker. Satu dua orang ikut berdendang mengikuti alunan lagu, mungkin saja lagunya sesuai dengan suasana hatinya. Satu dua orang lainnya sibuk menari-narikan jari jempolnya di layar sentuh smartphone yang mereka miliiki, mungkin saja sedang berkeluh kesah dalam media sosial tentang kehidupannya hari itu atau sedang memberi kabar orang terkasih bahwa mereka segera pulang. "Jangan simpan tangismu biarkanlah berlalu, jangan simpan tangismu biarkanlah bernyanyi . . ." Penggalan dari bagian lirik lagu Christine Pandjaitan yang di dendangkan satu dua orang terdengar dalam lelah penumpang lain yang mulai memejamkan matanya.

Menjelang subuh kurang lebih empat jam perjalanan yang dilalui akhirnya Dia sampai di Kota kelahirannya, hari itu Dia pulang ke rumah sedikit terlambat dibanding biasanya. Di saat menunggu jemputan Dia dihampiri seorang Bapak yang menawarkan sendal dagangannya, dalam sayup mata lelahnya dan di bantu cahaya senter korek api gas dari sakunya Bapak tersebut dengan semangat memperlihatkan sendal yang di dagangkannya. Tetapi Dia tidak tertarik dengan sendal yang di tawarkan si Bapak seraya menolak tawarannya diiringi pertanyaan Bapak kok jam segini masih jualan ? Rumah Bapak dimana ? Si Bapak terlihat kecewa dagangannya di tolak kemudian menjelaskan barang dagangannya belum laku dari kemarin, kalau saja ada satu yang laku Bapak mau langsung pulang ke rumahnya di Kota Dodol. Setelah berterimakasih si Bapak berjalan kembali menawarkan sendal dagangannya kepada orang-orang yang ada di sekitarnya.

Orang tua yang menjemputnya datang, berbarengan dengan mobil elf yang sedang mencari penumpang. Di lampu merah jalan by pass dekat terminal Dia kembali melihat si Bapak penjual sendal. Si Bapak sedang duduk di atas trotoar, terlihat lelah sekali dari gesture tubuhnya. Di samping si Bapak terpakir mobil elf tujuan Kota Dodol, sang kondektur berjalan hilir mudik mencari penumpang. Tuhan memang memiliki cara untuk menyentuh hati umatnya, saat itu Dia langsung sangat menyesal menolak dagangan si Bapak tukang sendal. Mungkin saja dia tidak suka dengan sendal yang di jual si Bapak, tapi setidaknya jika Dia membeli sendal jualannya bisa mengantarkan si Bapak pulang setelah pergi beberapa hari untuk berjualan. Dia tidak tahu si Bapak sedang memperjuangkan sesuatu untuk keluarganya, Dia juga lupa keluarga si Bapak menunggu cemas di rumah.

Hidup meski menderita itu bisa dijalani, rasa sakit perlu di rasakan. Begitulah hidup selalu berusaha berjuang serta berfikir dan berharap hari esok akan lebih baik lagi. Tetapi banyak juga orang yang frustasi. Mereka tidak punya harapan, tidak punya makanan, tidak punya tempat tinggal, bahkan tidak punya teman. Di sisi lain mengingat kondisi sulit saat ini membuat banyak orang menggenggam uangnya erat-erat. Mereka ingin lebih banyak angka lagi dari yang bisa mereka dapatkan di rekeningnya, sedangkan angka yang mereka berikan untuk orang yang kesusahan tidak bertambah lebih banyak, bahkan semakin berkurang.

Kalau Tuhan mau bisa saja menjadikan semua manusia serupa dalam segala hal. Sama-sama hidup berkecukupan; perut kenyang, mempunyai rumah untuk tempat tinggal, dan banyak relasi dalam pertemanan. Namun pada kenyataannya banyak juga orang yang kesusahan, tetapi mereka tetap semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, bahkan selalu berbagi kepada orang lain yang juga kurang beruntung. Sementara Dia yang sehari-harinya bekerja di perusahaan terkemuka di Nusantara ini, yang kehidupannya lebih beruntung dibandingkan dengan orang lain, masih saja selalu merasa kekurangan.

Hampir di setiap sudut kota, kita temukan orang yang tidak lagi peduli pada lingkungan atau orang lain. Mungkin karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah mereka dididik untuk saling berlomba untuk menjadi juara dan bukan saling tolong-menolong untuk membantu yang lemah. Mereka sehari-hari disibukan dengan pekerjaan dan di hari libur mereka isi dengan hangout di mall atau cafe terkenal. Dunia semakin modern dan orang-orang pun semakin hedonis, hanya orang yang berjiwa besar yang tetap mensyukuri warna warni hidup; seperti ikhlas dengan rejeki yang di peroleh, peduli terhadap orang yang kurang beruntung, dan gembira membantu orang yang kesusahan. 

Berbuat baik kepada orang lain akan melahirkan hubungan kasih sayang di antara sesama. Secara alamiah manusia menyenangi orang yang berbuat baik. Dia berasal dari keluarga yang sederhana yang mungkin butuh usaha lebih keras dari pada orang lain untuk memperoleh suatu keinginan, tetapi keluarga dan saudara-saudaranya banyak mengajarkan arti dari kebaikan dalam tolong menolong kepada dirinya. Merasa gembira jika bisa membantu orang lain. Merasa sedih melihat orang lain kesusahan. Dunia memang bukan pabrik pengabul permintaan, tetapi Dia berharap selalu bisa menyenangkan orang lain.

Dia pernah membaca kutipan Allan Watts dari tulisan seorang teman yang mengatakan apabila kita berusaha menyenangkan semua orang, maka kamu akan mati tanpa arti. Mungkin itu bisa saja benar, tetapi selalu berusaha untuk membantu orang kesusahan yang membuat mereka senang juga bukan suatu yang salah bukan ? Saat ini ketika banyak orang mengkritik Pemerintah dan Parlemen tentang semua hal yang mereka lakukan tetapi si pengkritik tidak melakukan satupun kebaikan yang berkontribusi untuk Negeri ini, sepatutnya Dia bersyukur. Dia bekerja di perusahaan besar yang bisa di banggakan keluarga, dimana sebagian besar kegiatan dan keuntungan perusahaan digunakan untuk membangun dan memakmurkan Negeri.

Memang selalu ada rasa yang sejuk dan lembut ketika Tuhan menyentuh hati kita. Begitupun yang dirasakan oleh Dia, seperti bertemu tukang ojek online dan Bapak penjual sendal, melihat Kakek Tua pemulung sampah duduk kedinginan atau seorang Ibu Muda penjual tisu sedang menyuapi anak balitanya dengan gendongan tas besar barang dagangan di punggung saat perjalanan pulang setelah lembur larut malam di kantor. Ikhlas itu pelajaran yang patut diamalkan walaupun mungkin susah sekali untuk dijalankan, dalam keadaan yang sulit semoga Dia tetap bisa gembira dan ikhlas membantu saudara yang kesulitan. Saudara tak harus karena pertalian darah, tapi juga pertalian hati.

Dia belajar bahwa selalu ada cerita, selalu ada perjalanan dibalik karakter dan pilihan hidup seseorang. Apa yang telah Dia masukkan dalam pikiran, jiwa dan hatinya selama ini akan menentukan seperti apa dirinya. Bukan karakter yang buruk menjadi orang yang berusaha ingin selalu gembira dengan cara menyenangkan orang yang mengalami kesusahan, pikirnya.

Dia laki-laki dan Dia adalah seorang penjelajah mimpi. Dia bukan seorang yang gagah yang punya percaya diri tinggi, tetapi mungkin bisa menjadi teman bercerita yang hebat. Dan saat Dia menceritakan kisah penglihatannya yang cukup mengharukan, Dia mungkin tidak bisa menceritakannya tanpa berlinang air mata. Tidak masalah kan laki-laki menangis pikirnya, Rasul juga pernah mengaku seorang yang cengeng bukan ? Dia percaya kita punya pilihan untuk menceritakan kisah sedih atau bahagia. Di suatu sisi kita bisa juga mempermanisnya agar menarik di dengar dan di baca orang.

Hari ini tepat hari ulang tahun si laki-laki itu. Dia sedikit bodoh tapi sedikit bisa menghibur, Dia tidak cerdas, tidak tampan juga, apalagi berwibawa. Tetapi Dia orang yang jujur walaupun tidak sempurna. Di hari ulang tahun perasaannya sederhana, gembira.

Disclaimer: Tahu dan tempe adalah makanan yang enak untuk hidup sehat. Tahu diri adalah cara sehat untuk hidup yang enak. Saya mengakui ini adalah tulisan saya, tapi tidak semua adalah ide saya. Rangkaian kata-kata cerita di atas jauh dari kata indah, terimakasih untuk banyak orang yang telah memberikan inspirasi.

Pages

@IoAddakhil. Diberdayakan oleh Blogger.