on Minggu, 25 November 2012
By: Kahitna

Seandainya engkau tahu
betapa selalu indah saat kau ada di sampingku
seandainya ku kan tahu
betapa cepatnya engkau harus pergi dari hidupku

Aku takkan ragu, takkan ragu
tuk menikah sejak awal cerita kita
namun kini engkau pergi
tinggal aku berkasih dengan bayangmu

Namun ku tak cari pengganti
agar kau di sana tahu aku suami terbaik

Seandainya engkau tahu
takkan ada cinta lagi yang sanggup mengganti dirimu

Aku takkan ragu, takkan ragu
tuk menikah sejak awal cerita kita
namun kini engkau pergi
tinggal aku berkasih dengan bayangmu

Aku bermimpi kau mengatakan kau rela
bila ada bidadari penggantimu

Aku takkan ragu, takkan ragu
tuk menikah sejak awal cerita kita
namun kini engkau pergi
tinggal aku berkasih dengan bayangmu

Takkan ragu, takkan ragu
tuk menikah sejak awal cerita kita
namun kini engkau pergi
tinggal aku berkasih dengan bayangmu

Namun ku tak cari pengganti
agar kau di sana tahu aku suami terbaik
takkan pernah habis cintaku
on Selasa, 20 November 2012
Lapangan Upacara SMK Negeri 4 Bandung Hari Selasa 20 November 2012 jam 06:45

Assalamu’alaikum Wr Wb
Yang terhormat Kepala sekolah SMK Negeri 4 Bandung
Yang saya hormati Bapak/Ibu Guru beserta staf Tata Usaha
Yang saya hormati teman-teman mahasiswa PLP serta dan siswa/ siswi SMK Negeri 4 Bandung yang berbahagia dan saya banggakan.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-Nya sehingga kita dapat berkumpul disini. Shalawat serta salam semoga selau tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan umatnya, dimana beliau adalah suri tauladan bagi kita semua.

Semua orang mengatakan masa-masa di Sekolah Menengah adalah yang paling indah. Itu memang benar. Tetapi kita semua tidak akan lama menikmati masa-masa tersebut, setelah itu kita dihadapkan dengan dunia baru yaitu dunia pekerjaan atau dunia perkuliahan. Disini saya akan sedikit bercerita tentang pengalan saya pada masa peralihan dari Sekolah Menengah ke Perguruan Tinggi.

Setiap jenjang pendidikan memiliki lingkungan dan pola kehidupannya masing-masing. Kehidupan SD berbeda dengan SMP, SMP berbeda dengan Sekolah Menengah, dan Sekolah Menengah pun berbeda dengan perkuliahan. Dimana setiap masa peralihannya kita butuh adaptasi. Memang dunia Sekolah Menengah berbeda dengan dunia perkuliahan.
  1. Teman. Disini kita bertemu dengan teman-teman yang baru dan lebih heterogen dengan masa sekolah menengah. Dimana latar belakang dan budaya mereka berbeda-beda, sehingga menyebabkan mereka lebih individual.
  2.  Pengajar berbeda. Dosen di kampus sangat berbeda dengan guru disekolah. Biasanya di sekolah guru yang selalu mengingatkan kita jika nilai kita ada yang kurang atau tugas yang belum dikumpulkan. Tetapi dosen tidak, kita yang harus mengejar dosen tersebut agar nilai kita dapat diperbaiki.
  3.  Peraturan yang ketat disekolah sudah mulai longgar diperkuliahan. Di dunia kampus tidak ada dosen yang akan merazia atribut yang kita pakai atau rambut kita.
  4.  Jadwal kuliah sangatlah Random atau acak yang berbeda-beda dengan kelas lain. Kadang masuk pagi, siang, ataupun sore tergantung jadwal yang di dapat. Berbeda dengan sekolah yang sudah pasti kita masuk pagi sampai siang atau siang sampai sore.
Perlu kita ketahui dambaan semua orang ketika memasuki sebuah perguruan tinggi adalah untuk meraih cita-cita yang ingin dicapainya. Hal ini menjadikan orang bangga saat dirinya berubah mahasiswa. Seorang mahasiswa kebanyakan tidak mengetahui tentang keberadaan dirinya saat beraktivitas di kampus. Mereka berpikir bahwa kampus merupakan wadah untuk mencari ilmu dan meraih gelar yang bertujuan untuk mencari pekerjaan. Hal ini menjadi hal yang lumrah dimana gelar yang didapatkan dijadikan sarana atau alat untuk mencari pekerjaan.
Ada yang terlupakan saat dirinya masuk ke dunia kampus, yaitu tentang prestasi. Mahasiswa akan lebih baik lagi apabila dirinya memiliki aktivitas-aktivitas dalam bidang akademik maupun non akademik. Dalam akademik seorang mahasiswa harus betul-betul meraih prestasi yang bagus dalam perkuliahan seperti nilai yang memuaskan di setiap mata kuliah. Di bidang non akademik seorang mahasiswa juga harus mampu mengakomodir dan mengaktualisasikan diri dengan mengasah kemampuannya dengan terjun ke dalam suatu organisasi kemahasiswaan, UKM atau karya-karya aktivitas lainnya. Sehingga ilmu-ilmu yang didapatkan di organisasi akan secara luar biasa, memudahkan seorang mahasiswa untuk mengaplikasikan kembali pengalaman-pengalaman ilmunya ke dunia nyata.

Kuliah itu tidak sama dengan Sekolah Menengah. Yang sama hanyalah satu: KITA AKAN TETAP BELAJAR. Saya berharap besar jika tidak bekerja, siswa-siswi SMK Negeri 4 dapat meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu dunia perkuliahan.Sekian yang dapat saya sampaikan, mohon maaf apabila ada kesalahan.
Wa Billahi Taufiq Wal Hidayah Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Inspirasi dari tulisan @KangRideL
on Minggu, 18 November 2012
Jika hati itu ibarat papan kayu, maka pasangan hidup adalah pakunya. Sedang lubang yang tertinggal di papan tatkala paku dicabut adalah kenangan. Meski paku tak lagi bersarang, namun tubuh papan telah berubah. Tubuhnya kini tak lagi mulus lantaran lubang-lubang yang bersemayam. Banyaknya lubang tentu saja tergantung dari banyaknya paku yang sempat tertanam. Dan besar kecilnya lubang tergantung pula dari bagaimana paku mengoyak papan kayu.
Harus diakui, siapa pun orang di sekitar kita pasti memiliki tempat tersendiri di hati. Berdasarkan perbedaan porsi, muncullah klasifikasi status sosial-pribadi: kenalan, teman, sahabat, saudara, keluarga, atau bahkan kekasih. Klasifikasi tersebut memiliki satu pondasi: cinta.
Kualitas cinta akan semakin sempurna apabila memiliki porsi yang total. Sepenuh hati. Suci. Cinta seperti ini tentu saja didasarkan bukan semata-mata cinta karena makhluk, melainkan cinta karena Allah SWT.[1] Cinta seperti inilah yang patut kita realisasikan dalam kehidupan, termasuk pernikahan.

Jangan Hanya ‘Sisa’

Bukankah rumah yang kokoh itu tidak dibangun dari kayu yang rapuh? Pun begitu dengan pernikahan. Dibutuhkan hati yang utuh untuk menciptakan pernikahan yang kokoh.
Tapi justru dewasa ini, kita disuguhkan dengan fenomena permainan hati (pacaran) yang kian semarak. Di mana sebelum menikah, hati dibuka lebar-lebar layaknya hotel untuk disinggahi banyak orang secara ‘temporer’, namun memberi bekas secara ‘permanen’. Bagaimana tidak, pernikahan dengan kondisi hati seperti ini akan melahirkan banyak perbandingan lantaran kenangan-kenangan dengan ‘si dia’, ‘si dia’, atau ‘si mereka’ yang terus saja membayang di setiap jengkal kehidupan. Manakala suami/istri kita menyuapi bubur misalnya, terlintas begitu saja bayangan ‘si dia’ yang dulu juga pernah menyuapi kita bubur. Ketika melintas di kerumunan, lalu mencium bau parfum yang khas, ingat ‘si dia’ yang juga memiliki harum yang sama. Lalu kemudian mulai membandingkan, kenapa suami/istri kita tidak wangi seperti ‘si dia’.
Sejenak mungkin tubuh kita hadir bersama suami/istri, namun pikiran melayang membayangkan kisah-kisah indah bersama ‘si dia’. Hal itu disebabkan oleh pemberian hati yang tidak utuh lantaran telah banyak lubang yang dihasilkan tusukkan-tusukkan cinta yang ‘semu’ dari masa lalu. Menyedihkan, bukan?
Bayangkan, ketika kita melihat kertas polos dengan satu nama di tengahnya, mata kita akan menangkap satu sentralisasi konsentrasi yang utuh. Namun tidak demikian apabila terdapat banyak nama dan tulisan di kertas tersebut. Mata kita akan mendapati banyak nama dan konsentrasi kita menjadi tidak fokus. Meski pun nama yang dituju telah diberi tanda khusus, lingkaran misalnya, namun tetap saja kertas itu tidak bersih dan indah. Tulisan-tulisan selain yang dilingkari kerap kali mengganggu.
Hal serupa terjadi pada hati kita. Hati yang belum pernah terjamah permainan cinta akan fokus terhadap satu nama pertama dan terakhir. Di mana nama tersebut tertulis sebagai pendamping hidup kita: ‘fulan bin fulan’ atau ‘fulanah binti fulan’.
Allah SWT memberi jodoh sesuai dengan cerminan diri kita.[2] Maka coba tanyakan pada nurani, apakah kita tega hanya memberi hati yang ‘sisa’ kepada suami/istri kita? Sementara tanyakan pada logika, apakah kita siap hanya mendapat hati yang ‘sisa’ dari suami/istri kita?

Rumah yang Kokoh

Sungguh indah segala keteraturan. Layaknya lalu lintas, indahnya keselamatan akan tercipta apabila para pengguna jalan mematuhi rambu-rambu yang ada secara teratur. Untuk membentuk rumah tangga yang indah pun perlu adanya sebuah keteraturan dalam membangunnya: keteraturan menjaga hati dan kesucian diri.
Sebelum berumah tangga, seorang Muslim haruslah menjaga kesuciannya.[3] Menjaga diri dari masuknya cinta selain untuk Allah SWT. Maka dari itu tidaklah dibenarkan untuk mengikuti langkah-langkah syetan dengan mengumbar cinta atau berpacaran sebelum menikah.[4] Dengan begitu hati akan tetap terjaga kesuciannya dari lubang-lubang cinta yang tidak semestinya.
Tatkala menikah, hati yang utuh dan suci akan merasa bahagia dengan cinta pertama dan terakhir. Cinta yang diberikan kepada suami/istri dalam balutan ridha Illahi. Cinta yang utuh, lantaran hati tak pernah terjamah cinta yang lain. Cinta yang suci, lantaran hati tak pernah terkotori cinta yang salah. Cinta seperti inilah dapat saling melindungi dan memberikan nuansa kemurnian cinta yang sesungguhnya dalam rumah tangga.[5]
Serupa rumah yang kokoh, akan memberi perlindungan apabila komponen dasarnya juga utuh dan kokoh.
Kini tengoklah ke dalam hati, sudah sejauh mana hati terbagi?

Catatan Kaki:
[1] Paling kuat tali hubungan keimanan ialah cinta karena Allah dan benci karena Allah. [HR. Ath-Thabrani]
[2] QS. An-Nuur (24): 26
[3] Wahai segenap pemuda, barangsiapa yang mampu memikul beban keluarga hendaklah kawin. Sesungguhnya perkawinan itu lebih dapat meredam gejolak mata dan nafsu seksual, tapi barangsiapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa karena (puasa itu) benteng (penjagaan) baginya. [HR. Bukhari]
[4] QS. An-Nuur (24): 21
[5] Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia. [HR. Ad-Dailami]

Penulis:Deddy Sussantho
Sumber:http://www.dakwatuna.com/2012/03/19492/ketika-hati-pernah-terbagi/
Disini saya mau sedikit cerita sama temen-temen. Ternyata kita sudah semakin besar dan dewasa yah ? 

Fase-fase kehidupan kita lalui bersama, banyak dinamika yang kita rasakan. Kalau saya banyak mendapatkan dan buat cerita di naskah kehidupan sendiri. Semuanya seru dan keren! Kalau temen-temen bagaimana ? Semoga seru dan keren juga yah.

Kedewasaan kita bisa ukur dari kemampuan kita untuk tetap konsisten terhadap kebaikan yang kita percayai. Dan kita berusaha untuk tetap sabar dan ikhlas ketika ada hal yang akan menghambat perjalanan menuju kebaikan tersebut. Suatu hal yang mungkin sulit kita lakukan adalah kemampuan kita untuk selalu bisa menghargai perasaan orang lain, karena setiap orang memiliki sikap egois dalam dirinya.

Keberadaan kita di sekeliling orang-orang yang menemani hidup kita seharusnya dapat memberikan kebaikan dan kemanfaatan bagi mereka, walaupun mungkin hanya sedikit saja yang bisa kita berikan. Tetapi kita pernah berfikir atau merasakan bahwa apa yang kita lakukan terkadang hal yang percuma saja, karena usaha kita memberikan kebaikan dan kemanfaatan tersebut tidak di rasakan atau bahkan diabaikan oleh orang-orang. Hal tersebut bisa menyadarkan kita bahwa segala yang kita lakukan, apapun itu membutuhkan proses dan adapun hasilnya adalah di tentukan oleh yang di atas. Kita tidak perlu berfikir untuk berhenti memberikan kebaikan dan kemanfaatan, teruslah melakukan hal kedua tersebut dengan komitmen dan realistis. Kita yakin bahwa yang diatas tidak akan mengabaikannya.


Sekarang saya titipkan semuanya yang diatas, terus memperbaiki diri sambil saya mengejar semua mimpi dan cita-cita yang saya miliki. Saling mendo'akan dan mengingatkan diantara kita yah.
Bergembiralah dan tetap tersenyum serta bersyukur, itu lebih baik daripada kita selalu murung dan mengeluh tanpa bisa berbuat apa-apa. Semua orang yang berbahagia mempunyai ciri yang sama, yaitu mereka selalu memiliki kedekatan dengan Tuhan-Nya.

Sesungguhnya tidak ada orang yang di sebut lemah jika hatinya itu kuat
SATU

The Crying Cummulus


Suasana siang ini masih sama dengan siang yang kutemui 5 tahun lalu. Suasana siang yang kutemui di Tempat Pemakaman Umum ini masih setia menyuguhkan bittersweet memories buatku. Rintik hujan yang turun membasahi tubuhku pun masih sama. Butir demi butir hujan yang turun itu masih tetap menyamarkan airmata yang keluar dari sudut mataku. Suara rintiknya juga menyamarkan rasa sakit yang masih saja kusimpan hingga saat ini.

Angin yang berhembus menyapu wajahku perlahan dan memain-mainkan rambutku. Angin itu seolah berbisik, ingin turut merasakan kepedihan yang kualami. Entah mengapa hari ini semuanya terasa sangat jelas. Rintik hujan, kepedihanku, juga kepergiannya.

“Sayang, kamu mau aku temenin atau aku tunggu kamu di parkiran aja?”

“Oh… sepertinya aku lagi pengen sendiri. Gak apa-apa kan?”

“Ok, anything for you, dear. Aku tunggu di mobil aja.”

Sebuah kecupan hangat ia berikan di dahiku, sebelum akhirnya ia berlalu setapak demi setapak meninggalkan aku sendiri di antara batu-batu nisan yang berjajar rapi memenuhi Tempat Pemakaman Umum ini. Masih sempat kupandangi punggungnya yang basah oleh rintik hujan. Ia tampak kuat dan tegar, sementara aku tahu bahwa sebenarnya ia pun menyimpan luka yang cukup dalam. Hebatnya, sampai saat ini ia masih tetap mampu bertahan. Dia memang cukup tangguh menghadapiku.

Masih teringat dengan sangat jelas bagaimana 5 tahun yang lalu, tepat di hari ini, orang-orang sibuk menghiburku. Orang-orang sibuk menenangkanku agar aku tidak sampai jatuh pingsan. 5 tahu lalu aku melihat tubuh kekar nan tampan itu terbujur kaku. Tak terlihat lagi senyum cerianya yang biasa menyapaku. Tubuh kekarnya telah kalah, tak berdaya.

Lamat-lamat kudengar ayat-ayat suci Al-Quran yang terucap dari bibir para kerabat dan tetangga yang hadir hari itu. Lantunan kalam Illahi yang seharusnya dapat menenangkanku justru malah semakin membuatku limbung, tatapanku seakan kabur, dan semuanya menjadi gelap. Kudengar orang-orang ribut dan berusaha menyadarkanku. Tapi ragaku terlalu lelah, hatiku terlalu sakit. Sampai akhirnya kedua kelopak mataku terbuka perlahan, tapi lagi-lagi yang kulihat adalah tubuh kekar nan tampan yang tak berdaya itu, yang telah terbujur kaku memejamkan kedua matanya. Aku tersadar bahwa sosok pemuda tampan itu telah pergi jauh meninggalkanku, dan tak mungkin untuk dapat kembali lagi. Aku histeris. Sepertinya ada ribuan ton batu yang menekan dan menghimpit dadaku sehingga aku kesulitan bernapas. Dan kemudian aku jatuh lagi.

Dan sekarang aku sadar, seberapa banyak air mata yang ku keluarkan tak akan mungkin dapat membuat raganya hadir kembali disini. Seberapa lama aku berkawan dengan murung pun, tetap tak akan membuatnya datang lagi padaku. Aku sadar bahwa aku dan dia hanya terpisah dengan raga, karena jiwa kami masih tetap bersama. Dia masih tetap ada di satu tempat khusus dalam hatiku. Kemudian kutengadahkan kedua telapak tanganku, dan dengan terbata kuucapkan doa untuknya. Kulantunkan asma Allah untuknya, agar jadi penerang untuknya di alam sana.

Bunga yang kutaburkan di makamnya menjadi saksi bahwa hari ini aku sudah bisa mendoakannya sambil tersenyum. Sudah kurelakan dia disana. Aku sadar saat ini aku tidak sendiri lagi. Tuhan dengan murah hatinya mengirimkan padaku seorang malaikat yang dapat menggantikan posisimu disini untuk menjagaku. Tapi kamu tetaplah kamu, walau hadirmu kini hanya dapat kurasakan dalam hati saja.

Kemudian kupandangi batu nisan itu. Batu nisan yang memuat namamu disana. Terkadang masih sempat terlintas dalam benakku, apa jadinya kamu jika Tuhan masih tetap memberimu waktu untuk bernapas sampai hari ini? Akankah kau menjadi atlet basket pro seperti impianmu dahulu? Ataukah kau akan melanjutkan studimu di negri Paman Sam itu? Atau mungkin kau akan tetap menjadi pendampingku dan kemudian kita melangkah bersama meniti hidup ini, berusaha mewujudkan asa kita bersama?

“By, kamu yang tenang ya disana. Aku sudah cukup bisa melepasmu. Aku baik-baik saja disini. Aku tau, pasti kamu yang minta sama Tuhan buat ngirimin Rizki buatku. Makasih, By. Sekarang aku minta izin sama kamu untuk ngasih hati aku sepenuhnya buat Rizki. Kamu pasti ngasih izin kan?”

———

Namaku Melisa Prameswari. Entah ada cerita apa dibalik namaku yang kata orang-orang memiliki ke-khas-an tersendiri. Aku saat ini berusia 21 tahun, usia yang menuntutku untuk bertindak dan bertutur kata tidak lagi seperti anak usia belasan tahun. Layaknya wanita yang hidup di usia ini, aku juga memiliki cerita tersendiri tentang diriku dan juga tentang kehidupanku.

Aku bersyukur karena aku terlahir dari rahim Ibuku yang keturunan Belanda sehingga aku memiliki kulit putih terang dengan hidung mancung dan juga bentuk tubuh yang proporsional, serta mewarisi pula tekstur wajah ayah yang tegas tapi lembut. Tinggiku kurang lebih 165 centimeter dengan berat tubuh 47 kg membuat aku menjadi wanita yang lumayan banyak diincar oleh laki-laki diluar sana. Aku sangat-sangat bersyukur atas karunia Tuhan itu. Kehidupanku pun terbilang cukup membuatku bahagia menjadi anak dari ayah dan Ibuku.

Ayah yang mempunyai perusahaan pribadi membuat taraf kehidupan keluarga kami menjadi cukup makmur. Tapi aku senang akan sifat ayah yang tidak suka memanjakan anak-anaknya. Aku dan kakak laki-lakiku tidak diberi kendaraan untuk memperlancar aktifitas kami. Hal itu akan membuat kami malas, katanya. Dan hal itu memang terbukti bermanfaat dalam membentuk kepribadianku. Aku tumbuh menjadi wanita yang tangguh, mandiri dan tidak cengeng. Begitu pula dengan kakakku, menjadi seorang lelaki yang mandiri, mau bekerja keras dan pantang menyerah.

Ayah juga mendidik kami dengan bijaksana. Beliau bukanlah seorang diktator yang memberlakukan aturan-aturan kaku untuk anak-anaknya, tapi ayah juga tidak lantas memanjakan kami dengan menuruti semua keinginan kami. Pokoknya, sosok ayah di mataku merupakan sosok lelaki yang sempurna. Ia berhasil dalam dunia kerjanya, menjadi suami yang baik untuk Ibu, dan tentu saja menjadi ayah yang mengagumkan dimata anak-anaknya.

Sedangkan Ibu adalah sosok yang tak kalah mengagumkannya dengan ayah. Agak sulit tampaknya untuk menggambarkan sosok Ibu, karena saking sempurnya. Siapa lagi orang yang akan menyediakan pelukan hangatnya untukku ketika aku menghadapi masa-masa yang teramat sulit. Siapa pula yang tak kenal lelah mengurus, merawat dan memberikan kasih sayangnya dengan tulus sampai aku sedewasa ini. Beliau merupakan sosok yang penuh kasih. Kebaikan dan kelembutan hatinya membuatku selalu belajar untuk menjadi seorang wanita sepertinya. Memang terkadang aku sempat berselisih paham dengannya, ketika apa yang kuhendaki berbenturan dengan kehendaknya. Tapi hal itu tak lantas mengurangi rasa sayangnya terhadapku, dan juga rasa sayangku terhadapnya.

Allegra Purwadinata. Lelaki kedua yang teramat kusayangi setelah Ayah. Ya, dia adalah satu-satunya saudaraku. Seorang yang ditakdirkan menemaniku hadir di bumi ini untuk telahir dari rahim yang sama denganku. Usianya hanya terpaut tiga tahun denganku. Saat ini tampaknya dia sudah menjadi copy-an nya Ayah. Selain paras yang memang mirip, dia juga telah menjadi lelaki yang berhasil. Selepas lulus dari salah satu Universitas ternama di Jakarta, ia bekerja sebagai Bussiness Consultant di perusahaan Ayah. Satu yang perlu kutegaskan, bukan karena dia anak Ayah makanya dia bekerja disana. Tapi memang karena kemampuannyalah ditambah dengan dedikasinya yang tinggi terhadap perusahaan makanya ia bisa bekerja di perusahaan itu.

Alle. Begitulah aku biasa memanggil kakak kesayanganku itu. Usia kami yang sebaya membuat kami menjadi sangat dekat. Ia layaknya seorang pahlawan buatku karena dia selalu ada di saat aku membutuhkannya. Entah itu sekedar menemaniku melepas penat, menemaniku berbelanja, ke salon, dan bahkan menjadi manusia antar-jemput yang selalu siap sedia mengantarku ke kampus. Itulah yang hebat darinya. Di tengah-tengah kesibukannya bekerja, ia masih tetap meluangkan waktunya untukku, adik semata wayangnya. Tak jarang aku bersikap manja, kekanakan, dan egois terhadapnya. Tapi dia tetap menyunggingkan senyumannya. Ya, dia memang tak pernah marah padaku.

Kami juga memiliki banyak kesamaan. Seringkali kami menghabiskan akhir pekan dengan menonton dvd yang sudah kami sewa sebelumnya. Yup, aku dan Alle sama-sama suka nonton. Alle gila coklat, aku juga. Aku suka olahraga basket, dan Alle juga suka. Terkadang aku merasa bahwa aku dan Alle seharusnya ditakdirkan untuk jadi saudara kembar saja, karena selain memiliki sifat dan hobi yang sama, wajahku dan wajah Alle juga serupa. Hanya satu saja bedanya, aku perempuan sedangkan Alle laki-laki. Itu saja.

What a wonderful life! Dengan hidup yang berkecukupan, kasih sayang yang melimpah, dan juga paras yang lumayan, belum lagi sahabat-sahabat yang selalu ada untukku. Saat ini aku kuliah di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Bersama Fellicia Putri, Resti Ayu Lestari, dan Syifa Armelia, aku menjalani kehidupan kampus yang cerah-ceria. Mereka merupakan sahabat-sahabatku sejak SMA. Dan betapa beruntungnya aku, ketika mereka juga memasuki kampus dan kelas yang sama denganku.

Felli merupakan pribadi yang sangat ceria. Keceriaannya seolah-olah tak pernah habis ia tularkan padaku. Sifatnya yang easy-going pun membuat aku betah untuk bersahabat dengannya. Lain lagi dengan Resti yang pembawaannya lebih tenang. Resti merupakan pribadi yang tenang, bijaksana, dan dewasa. Tak jarang aku menceritakan hal-hal yang sifatnya pribadi pada Resti, karena dia dengan bijaknya akan menjaga rahasiaku dan juga akan senantiasa memberikan solusi terbaiknya untukku. Itulah mengapa aku sudah menganggapnya sebagai saudara perempuanku. Sedangkan Syifa adalah sosok wanita yang tomboy. Jika kalian bertemu dengan dia untuk pertama kalinya, pasti kalian tidak akan menyangka bahwa wanita dengan paras bak princess itu memiliki sifat layaknya seorang lelaki. Yup, dia adalah wanita yang cukup tangguh dan tidak cengeng. Dia juga mengikuti ekskul basket yang sama denganku sewaktu kami bersekolah di SMA dulu.

Perbedaan sifat diantara kami itu justru membawa keceriaan tersendiri dalam persahabatan kami. Ketika ada salah seorang diantara kita yang mengalami kesedihan, maka dengan wajah cerianya Feli akan menghibur sampai kemudian kita dapat tertawa kembali. Jika Feli menghibur, maka Resti kemudian akan memberikan nasihat-nasihat bijaknya. Lain lagi ceritanya jika salah seorang diantara kita sedang mengalami patah hati, maka Syifa akan turun tangan.

Dia dengan tegasnya akan mengatakan bahwa semua laki-laki di dunia ini sama, menyebalkan. Dia juga akan bilang bahwa semua laki-laki itu brengsek dan kita harus dengan cepat melupakannya. Sedangkan aku akan memberikan nasihat mengenai dunia percintaan kepada mereka. Itulah, kita berempat memang saling melengkapi, berjalan bersama, beriringan untuk menjaga persahabatan ini.

Kami juga seringkali menghabiskan waktu bersama, entah sekedar nongkrong di kampus, berbelanja, nyalon, bahkan datang ke tempat spa bersama-sama. Kedekatan kami memang sangatlah kuat. Banyak kesamaan sifat dan juga kesamaan akan hal-hal tertentu yang membuat aku betah untuk bersahabat dengan mereka. Tak jarang pula kita menghadapi masa-masa sulit bersama.

Persahabatan aku dengan mereka memang kadang tak selalu berjalan mulus. Terkadang kerikil-kerikil kecil mengganggu persahabatan kami. Tapi aku dan mereka saling menjaga. Menjaga agar persahabatan ini tetap kekal sampai kita semua hidup dengan rambut yang memutih. Aku sangat menyayangi mereka.

How lucky I am, how happy I am! Setidaknya itulah yang kupikir sebelum aku mengenalnya. Dia yang menjungkir-balikkan hidupku. Membuat aku seakan menjadi orang yang tak punya arah dan tujuan hidup. Membuat aku terlunta. Seolah berlebihan memang, tapi itulah kenyataannya. Dia berhasil membuat aku menjadi wanita yang bisa dan mau menunggu untuk penantian yang cukup panjang dan tak ada arah. Dia, Rebby Singgih Prasetya.

———

DUA

Rebby, My Soul


Aku tidak mengenal Rebby untuk waktu yang singkat. Rebby merupakan temanku sewaktu aku masih bersekolah di SMA Pelita Jaya. Bisa dibilang dia adalah salah satu teman lelaki terbaikku, sahabatku. Semasa bersekolah di SMA, aku aktif mengikuti berbagai kegiatan ekstra-kurikuler seperti OSIS, KIR, dan juga Basket. Di ekskul basket lah aku mengenal Rebby. Awalnya aku tidak menyadari akan kehadirannya. Namun, ketika sekolah kami akan mengadakan kejuaraan tingkat provinsi, coach kami lah yang mengenalkan Rebby padaku.

Kemahirannya dalam memainkan bola basket memang jauh lebih baik dibandingkan denganku. Itulah sebabnya, Pak Budi—pelatihku menyuruh Rebby untuk memberikan latihan khusus padaku disaat beliau berhalangan hadir untuk melatih tim basket kami. FYI, Rebby adalah kakak kelasku. Dia setahun lebih tua denganku. Dan karena aku merupakan salah satu anggota tim basket puteri yang terpilih untuk mewakili sekolah dalam perlombaan tingkat provinsi itu, makanya dengan senang hati aku menuruti keinginan Pak Budi untuk berlatih dibawah pengawasan Rebby.

“Hai, aku Rebby. Kamu Melisa yang anak X-4 itu kan?” Itulah awal perkenalan kami. Dia menungguku di gerbang sekolah ketika jam pelajaran berakhir.

Saat itu aku tengah berjalan menuju gerbang sekolah. Cuaca yang saat itu cukup terik membuatku ingin cepat-cepat sampai di rumah dan merebahkan diriku di atas kasur. Hari ini Alle sudah janji akan menjemputku. Alle memang sangat sering meluangkan waktunya untuk sekedar menjemputku. Saking seringnya Alle datang ke sekolah, teman-temanku sampai mengira kalau Alle adalah pacarku. Kebetulan juga hari ini Alle pulang lebih awal dari kantor, jadi ia bisa dengan leluasa menjemputku. Saat aku menunggu Alle itulah, Rebby mengajakku berkenalan.

“Hai juga. Iya aku Melisa, kak. Hmm, jadi kapan nih kita mulai latihannya?” jawabku to the point.

Perlu kudeskrpisikan terlebih dahulu sosok lelaki seperti apa Rebby itu. Rebby memiliki postur tubuh yang mengagumkan. Tingginya mungkin seratus delapan puluhan, dengan berat badan yang proporsional. Atletis, iya! Tak bisa dipungkiri lagi, sebagai atlet basket kebanggan sekolah yang mengharuskannya berlatih cukup keras, membuat otot-otot di tubuhnya terbentuk dengan begitu bagus. Parasnya sangat tampan. Kulitnya sawo matang, menimbulkan kesan macho tapi tetap manis. Sorot matanya tajam dengan sepasang alis hitam lebat yang selalu bertautan ketika dia sedang berpikir. Hidungnya memang tak semancung milikku, tapi itu merupakan bentuk yang pas ketika disandingkan dengan bentuk wajahnya. Bentuk bibirnya tipis, bagus, dan tampak selalu ia gigit-gigit ketika ia sedang tidak melakukan hal apa-apa. Dan garis wajahnya terpahat dengan begitu tegas, semakin meguatkan kesan macho yang ada dalam dirinya. Upps, sepertinya aku telah terlalu memperhatikan sosoknya.

Hal itulah yang membuat ia menjadi populer di kalangan gadis-gadis dari kelas satu sampai dengan kelas tiga. Tiada hari yang mereka lewati tanpa membicarakan sosok Rebby. Ketika Rebby berjalan di koridor sekolah, puluhan pasang mata mengamati setiap langkah dan gerak-geriknya. Caranya berjalan, caranya mengibaskan rambut, caranya tersenyum ketika berpapasan dengan orang-orang, tak pernah luput dari perhatian mereka.

Ketika Rebby tiba di kantin, semua gadis-gadis itu mengganti topik pembicaraan mereka dengan topik seputar Rebby dan ketampanannya. Tak jarang mereka juga mengira-ngira siapa kiranya gadis beruntung yang menjadi tambatan hati Rebby. Begitu pula ketika Rebby di kelas, pandangan para gadis-gadis itu pasti terfokus pada Rebby. Mereka secara sadar telah mengabaikan perkataan guru yang tengah mengajar di kelas. Terutama ketika Rebby berada di lapangan basket, bagaimana cara dia men-dribble bola, caranya menghadang lawan, cara dia memasukkan bola ke dalam ring, caranya berlari mengejar bola, caranya mengibaskan rambut ketika ia berkeringat, dan segala hal kecil lainnya selalu dan selalu menjadi pusat perhatian bagi para gadis-gadis itu. Mereka juga memeberi julukan untuk mereka yang jelas-jelas menyukai Rebby, namanya adalah Rebby Fans Club.

Belum lagi ketika Rebby akan pulang. Banyak tatapan-tatapan gadis yang berharap bisa dibonceng oleh Rebby dengan motornya. Secara tongkrongan Rebby untuk menemaninya ke sekolah adalah motor besar 125cc. Para gadis-gadis itu jelas berharap untuk mendapat kesempatan sekali dalam hidupnya untuk dapat merasakan duduk di jok belakang motor Rebby. Apa Rebby tidak merasa jengah dengan semua itu? Aku yang melihanya saja sudah sangat muak!

“Kalau kamu mau mulai berlatih hari ini, aku siap!” jawab Rebby membuyarkan lamunanku.

“Baiklah. Tapi aku harus pulang dulu, kak. Aku harus minta izin terlebih dahulu sama ibu. Kan aku belum bilang kalau aku punya jadwal latihan tambahan.”

“Oh. Kalau kaya gitu lebih baik aku antar kamu pulang aja. Sekalian aku yang minta izin sama orangtua kamu. Gimana?”

Dianter pulang sama Rebby??! Wow, di luar dugaanku tampaknya. Tapi itu pasti akan menjadi hal yang menyenangkan. Tak bisa kubayangkan bagaimana wajah para Rebby Fans Club menatapku dengan tatapan iri. It must be very cool!

“Hmm, boleh aja sih, kak. Tapi gak ngerepotin kan?” tanyaku.

“Ya engga lah, mel. Aku sih seneng-seneng aja bisa bantuin kamu.” Jawab Rebby.

“Oke deh, kak. Yuk kita pulang sekarang. Takut keburu sore, Kak”.

“Iya. Ayo temenin aku ke parkiran. Aku kan harus bawa motorku dulu.”

Kuikuti langkah Rebby menuju parkiran. Disana dia menghidupkan mesin motornya. Sebelum naik ke atas motornya, buru-buru aku mengirimkan pesan singkat pada Alle. Tak tega rasanya membayangkan wajah Alle yang kecewa karena aku secara tiba-tiba menyuruhnya untuk tidak menjemputku. Mungkin saja dia tengah dalam perjalanan menuju kesini.

Melisa       : Alleee ganteng! Sorry bgt ya gw pulang dluan. Ternyata ada malaikat ganteng yg  mw nganter gw plg. Haha. Lu balik lg aja ngantor klo emang blum bres, hehe. Maafin gw yaa abangku yg pling ganteng. Ntar gw traktir nonton deh. Kecup abang :*

Alle            : Wah ngjak brantem ni bocah! Pdhal gw udh mnuju skolahan ni. Tengil lu! Awas aja klo ampe ga traktir gw. Dan jgn lupa, lu utang cerita ke gw tntg malaikat gnteng lu itu! Apaan lg itu pke kecup2 sgala, norak tau. Haha.

Melisa       : Bawel lu, bang! Ntar jg gw traktir ko, gw jg bkalan critain smua, tenang aja. Yeeee suka gt deh, gw kan syang bgt sama lu, bang. Msa adenya sndiri gak boleh kecup2. Haha. ;p

Alle            : Haha, iyaaa iyaaa. Yaudah nih gw kecup balik :* Yaudah gih pulang sono, take care ya, dear!

Baca-baca sms Alle suka bikin aku ketawa-ketawa gak jelas. Entahlah. Alle memang selalu bikin kondisi dan mood aku balik lagi. Benar-benar sosok kakak yang penuh pengertian.  Ah, tiba-tiba kangen sosok kakakku itu.

Kemudian aku naik dan melajulah motor Rebby ke tengah-tengah jalan setapak parkiran menuju gerbang sekolah. Seiring motor itu melaju, semakin terdengar olehku riuh-rendah gadis-gadis yang mencibir dan melayangkan tatapan iri terhadapku. Mereka keheranan karena sepengetahuan mereka, sebelumnya Rebby memang tidak pernah membonceng perempuan di motornya.

———

Begitulah awal mula kedekatan kami. Setelah hari itu, secara rutin Rebby melatihku untuk menghadapi kompetisi basket yang tinggal menghitung hari. Tak jarang ketika berlatih, Rebby menggodaku dengan candanya yang mengundang tawa. Aku suka cara dia melatihku, tegas tapi tidak membuatku takut sama sekali. Aku malah enjoy berlatih. Menurutku dia memang pemain basket yang tidak bisa diremehkan kemampuannya. Betapa beruntungnya aku mengenal Rebby. Aku bisa banyak belajar darinya tentang teknik-teknik men-dribble bola, mengahadang lawan, dan lain sebagainya.

Aku juga suka caranya menyemangatiku ketika aku tidak memilki semangat untuk berlatih. Entah mengapa, nasihat-nasihat dan motivasi yang ia berikan padaku seolah menjadi suntikan suplemen yang menguatkan dan membuatku kembali semangat. Aku juga suka cara dia mengerjaiku. Ternyata dia juga merupakan sosok yang usil dan humoris. Ada saja hal-hal kecil yang ia lakukan yang dapat membuatku tertawa terbahak-bahak. Dan aku juga suka akan keramahan dan sikap santunnya yang selalu ia tunjukkan di depan orang yang lebih tua, termasuk di depan kedua orangtuaku. Ya, dia memang lelaki yang pandai menghargai orang lain.

Tak terhitung pula berapa kali Rebby mengantarku pulang. Dan ia selalu bersikeras untuk mengantarkanku sampai bertemu dengan orangtuaku. Lelaki memang harus selalu begitu, itu merupakan bagian dari tata krama dan tanggungjawab, katanya. Dan ketika ia bertemu dengan Ayah atau Ibu, atau bahkan keduanya, dia selalu menciumi tangan orangtuaku. Beberapa patah kata ia ucapkan sebagai basa-basi sebelum ia melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah. Tutur kata yang ia ucapkan sangatlah lembut dan santun. Sampai-sampai Ibu pernah bilang begini padaku, ‘Ibu akan senang bila ibu memiliki menantu seperti dia’. Oh MY God….

———

Tim sekolahku berhasil meraih juara II dalam kompetisi basket tingkat provinsi. Jelas hal itu merupakan sebuah pencapaian yang sangat memuaskan. Para guru dan pelatih tak henti-hentinya memberi ucapan pada anak-anak yang berlaga pada kompetisi itu. Pada upacara bendera pun Kepala Sekolah kami memberikan ucapan selamat dan juga menunjukkan pada para siswa lainnya trophy yang berhasil kami bawa pulang. Betapa senangnya aku, karena aku bisa jadi bagian dari orang-orang itu. Di barisan anak-anak kelas dua, kulihat Rebby yang tak henti-hentinya menyunggingkan senyuman manisnya, dan itu sangatlah jelas ia tujukan padaku.

Selepas bel istirahat aku, Felli, Resti dan Syifa menuju kantin. Seperti biasa, kami pasti akan memesan menu favorit yaitu Nasi Uduk Bu Emi. Selain rasanya yang enak dan porsi yang banyak, harga yang pas di kantong para siswa juga menjadi salah satu alasan kenapa kedai Bu Emi ini selalu laris dikunjungi oleh pembeli.

Ketika aku dan teman-temanku telah memesan makanan dan mendapat tempat duduk, dari kejauhan kulihat Rebby yang berjalan ke arahku. Kontan saja teman-temanku itu sibuk menyindirku. Pasalnya mereka berasumsi bahwa kedekatan aku dan Rebby merupakan kedekatan yang spesial dan lebih dari sekedar teman. Benar saja, Rebby memang datang menghampiriku dan berkata,

“Hei mel, selamat ya! Kamu hebat.”

“Makasih, kak. Itu semua juga berkat arahan dan bimbingan kak Rebby kan. Aku sih gak ada apa-apanya kalo dibandingin sama kak Rebby.”

“Haha, kamu ini bisa aja. Kamu juga hebat ko, Mel. Seriusan deh!”

“Cieeee, cieeee kak Rebby! Kayanya ada yang lagi PDKT-an nih…!” ujar Felli yang main nyambung gitu aja.

“Aduuuuh apaan sih, Fel. Aku sama kak Rebby kan cuma temen”, jawabku membela diri.

“Hahaha, kamu ini ada-ada aja, Fel. Lagian gak apa-apa dong kalau kakak PDKT ke Melisa. Dia kan belum ada yang punya!” jawab Rebby mengagetkanku.

Rasanya senaaaaang sekali mendapat pujian dari Rebby. Entah mengapa rasanya seolah berbeda ketika orang lain memberiku pujian yang serupa. Tapi aku juga merasa kaget karena dengan perkataan Rebby tadi, berarti dia telah mengakui secara langsung bahwa ia tengah berniat mendekatiku. Belum habis rasa kagetku, Rebby kemudian berkata,

“Gimana kalo kita jalan keluar? Kita harus rayain kemenangan kamu kali ini!” ajak dia.

“Kita? Maksud kak Rebby, aku sama kak Rebby jalan, berdua gitu?”

“Haha. Gak usah kaget kaya gitu dong, mel. Iya kita maen berdua, gimana? Eh, dan satu lagi, gak usah panggil ‘kakak’, panggil Rebby aja.”

“Oh.. iya deh, kak.. eh maksud aku, Rebby.”

“Wah…wah… tampaknya sebentar lagi bakalan ada yang mentraktir kita nih!” kali ini Syifa yang ikut berkomentar. Sementara Resti hanya tersenyum saja melihat kelakuan dua sahabatku yang tengil itu.

Begitulah akhirnya kami pergi hang-out berdua untuk yang pertama kalinya. Senaaaang sekali rasanya. Setelah Rebby mengantarkanku pulang ke rumah, Rebby bilang bahwa ia akan menjemputku nanti , pukul 7 malam. Begitu laju motor Rebby menghilang dari halaman rumahku, aku langsung melesat ke kamar untuk bersiap-siap. Jam 5, berarti masih ada waktu dua jam lagi bagiku untuk mempersiapkan semuanya agar bisa tampil cantik di hadapan Rebby.

Langsung saja aku masuk ke kamar mandi. Pokoknya aku harus tampil wangi di hadapan Rebby. Entahlah, berapa banyak sabun yang kuhabiskan untuk melakukan ritual mandi kali itu. Tak lupa aku keramas, membersihkan rambutku dari bau asap knalpot yang menempel di rambutku. Setelah selesai mandi tak lupa aku mengeringkan rambutku.

Setelah itu saatnya fitting baju. Lemari pakaian sudah kuacak-acak demi mendapatkan baju yang sesuai untuk aku pakai malam ini. Ajakan Rebby tadi sore benar-benar membuat aku senang sekaligus bingung. Apa yang harus aku pakai? Bagaimana seharusnya aku berpakaian tiba-tiba menjadi satu point yang sangat penting. Padahal biasanya aku paling anti kalau harus berbelit-belit dalam memilih pakaian. Entahlah! Aku juga tak mengerti dengan apa yang aku rasakan saat ini.

———

TIGA

Summer Smile


Malam ini aku memakai Floral dress yang dipadu dengan Obi hitam dan tak lupa aku padukan dengan cluth hitamuntuk menyimpan dompet dan handphone. Tak lupa flat shoes hitam kesayanganku yang akan menemani langkahku malam ini. Aksesoris yang kukenakan malam ini cukup bamboo bangle dan juga anting-anting dengan aksen pearl.   Malam ini aku memakai riasan yang sederhana dan rambut sebahu-ku aku jepit dengan jepitan ke arah samping. Sisanya aku biarkan tergerai. Kemudian tepat pukul 7 malam Rebby datang menjemputku.

“Wow, malam ini kamu keliatan cantik banget, mel!” ujar Rebby saat menemuiku di teras rumah.

“Oh ya? Kakak bisa aja deh. Mel kan jadi malu, nih” jawabku terbata.

“Udah, gak perlu pake malu-malu segala. Kamu beneran cantik, mel. Oh iya, aku kan udah bilang, jangan panggil aku ‘kakak’. Kesannya kaku banget. Panggil Rebby aja yah”, jawabnya panjang lebar.

“Makasih udah bilang aku cantik. Oh iya aku lupa, By. Maaf deh. Mau berangkat sekarang?”

“Ayo. Eh tapi mana orangtua kamu? Aku mau pamitan dulu.”

Begitulah, setelah berpamitan dengan Ayah dan Ibu akhirnya kami berdua berangkat meninggalkan rumah. Sebelum keluar dari rumah,  kulihat Alle dengan senyuman nakalnya menggodaku dan Rebby. Dan setelah kita keluar rumah, kudengar teriakan Alle yang terus saja menggodaku. Alle bilang aku sudah mulai dewasa, sudah mulai berani jalan bareng sama cowok. Haha, ada-ada saja kakakku yang satu ini. Tak henti-hentinya ia mengodaku. Padahal hubungan aku dan Rebby saja belum tentu akan berakhir seperti apa.

Standarnya sih pada saat first-date, para lelaki akan mengajak pasangannya ke tempat seperti cafe, resto, atau sekedar nonton bareng di bioskop. Tapi Rebby berbeda. Hal itu pula-lah yang menjadi salah satu alasan mengapa Rebby menjadi salah seorang yang cukup berarti buatku. Saat itu Rebby mengajakku makan malam di rumahnya. Ya, I mean candle light dinner with the whole part of his family! Jelas bukanlah satu hal yang biasa. Ini awal kedekatan kami, tapi Rebby sudah mengajakku untuk bertemu – bahkan makan malam – bersama seluruh anggota keluarganya. Kalau ditanya bagaimana perasaanku saat itu, jelas aku sangat gugup dan tidak tahu harus bersikap seperti apa. Itulah salah satu moment yang aku habiskan bersama Rebby yang benar-benar unforgetable.

Sambutan keluarga Rebby benar-benar hangat. Semuanya benar-benar menyambutku dengan ramah, sehingga aku benar-benar merasa nyaman berada disana. Tak seperti keadaan di rumahku yang relatif sepi, keadaan di rumah Rebby benar-benar ramai. Anggota keluarganya saja berjumlah 5 orang. Ada ayahnya, ibunya, beserta dua orang kakak perempuannya. Belum lagi ditambah dengan kakak ipar Rebby beserta dua orang keponakan laki-laki yang sangat lucu. Kakak perempuan Rebby yang pertama memang telah menikah dan dikaruniai dua orang anak lelaki.

Nama dua orang bocah itu adalah Galang dan Gilang. Yup, mereka berdua memang terlahir kembar. Jarak kelahirannya hanya terpaut 2 menit saja. Begitu aku tiba di rumah Rebby, mereka berdua langsung menyambutku dengan tawanya yang riang. Usia mereka yang telah menginjak 3 tahun membuat mereka telah lancar berbicara dan juga menggodaku.

“Kakak siapa? Pacarnya kak Rebby yah?” tanya salah satu dari mereka. Kemudian yang seorang lagi hanya tertawa-tawa dan kemudian mereka berdua berlari meninggalkanku yang mematung dengan wajah yang merona akibat malu.

Kemudia seorang wanita paruh baya datang menghampiri dan mempersilakanku masuk. Beliau sangat cantik. Usinya mungkin sekitar 45-an, tapi belum tampak sedikit pun kerutan di wajahnya. Pastinya beliau rajin menjaga kebugaran tubuh dan keremajaan kulitnya, sehingga pada usianya ini, beliau masih tetap terlihat awet muda. Wanita cantik yang selalu terlihat tersenyum ini adalah mamanya Rebby.

“Kamu pasti Melisa kan? Tante sudah mendengar banyak cerita tentang kamu. Setiap hari Rebby selalu bercerita pada tante kalau ada seorang wanita cantik yang ia taksir dan wanita itu bernama Melisa. Ternyata orangnya memang benar-benar cantik”, ujar mamanya Rebby.

What??!! Apa aku gak salah dengan apa yang baru saja kudengar? Perkataan mamanya Rebby barusan jelas-jelas menyimpulkan bahwa pada kenyataannya Rebby selalu menceritakan kepada keluarganya cerita mengenai diriku. Dan jelaslah pula bahwa Rebby memang menyukaiku dan berniat untuk dekat denganku. Kurasakan pipiku mulai memanas. Andai saja dapat kulihat cermin saat ini, pasti aku akan dapat melihat pantulan wajahku yang merona merah. Entahlah, ada sesuatu yang berdesir dalam hatiku. Sesuatu yang perlahan menyusup masuk tepat ke dalam hati kecilku dan membuat debar jantungku menjadi tak menentu. Yang pasti, saat itu aku benar-benar merasa senang mendengar perkataan mamanya Rebby.

———

Selepas makan malam dan bercengkrama bersama anggota keluarga Rebby, aku pun berpamitan pulang. Seluruh anggota keluarganya mengatakan hal yang sma padaku, bahwa aku harus sering-sering datang mengunjungi mereka. Tampaknya mereka langsung menyukaiku walau mereka baru sekali berkenalan denganku. Hal itu benar-benar membuatku senang. Hubungan aku dan Rebby memang belum jelas, tapi keluarga Rebby sudah bisa menerima aku apa adanya. Aku pikir tidak akan menjadi hal yang sulit jika kemudian aku dan Rebby resmi berpacaran.

Kemudian Rebby mengantarkanku pulang. Sepanjang perjalanan pulang, tak henti-hentinya aku menghela napas, berusaha untuk meredakan debar yang terasa asing itu. Aku juga tak mengerti dengan apa yang kurasakan. Ketika Rebby memboncengku malam itu, aku merasakan suatu debaran yang aneh, yang belum pernah kurasakan sebelumnya. FYI, sebelumnya aku memang belum pernah berpacaran. Jadi mana mungkin aku bisa merasakan debaran seperti ini, jika memang aku belum pernah berpacaran. Jelas ini merupakan yang pertama buatku, sehingga aku sedikit mengalami kesulitan untuk menghentikan perasaan aneh yang terus berkecamuk dalam dada ini.

Saking sibuknya melamun, aku sampai tidak menyadari ketika akhirnya motor Rebby memasuki gerbang rumahku. Sampai akhirnya Rebby menyadarkanku dengan perkataannya.

“Melisaaa, kita udah sampe di rumah kamu.”

“Eh.. Oh.. iya.. Aduuh kenapa aku jadi sering ngelamun kaya gini yah”, jawabku kaku.

“Hayoo, ngelamunin apaan? Ngelamunin aku yah? Haha”, ujar Rebby sambil tertawa.

“Ah kamu ini bisa aja deh,” jawabku tersipu.

“Mel, ada yang mau aku bilang sama kamu, dengerin yah.”

“Emang kamu mau bilang apa, By?”

Kulihat sorot mata teduhnya berubah memancarkan keseriusan. Ada sesuatu yang terpancar dari kedua bola matanya itu. Entah apa, aku pun tak megetahuinya. Sampai kemudian perkataanya berhasil membuatku kaget, tertegun, sekaligus bahagia.

“Kamu mungkin emang bukan perempuan pertama buat aku, tapi aku pengen kamu yang jadi pendamping aku sampai akhir hayat aku, mel. Aku sayang banget sama kamu. Kamu mau kan jadi perempuan yang nemenin aku sampai akhir hayat hidup aku?” ujarnya dengan tegas.

Jelaslah aku merasa sangat kaget. Aku benar-benar gak nyangka kalau Rebby akan menyatakan perasaannya secepat ini. Kalau boleh jujur, aku merasa sedikit ragu. Bukannya aku menafikkan semua kebaikan, perhatian dan juga cinta Rebby. Aku hanya merasa tidak terbiasa dengan cinta yang datang secara tiba-tiba. Aku hanya merasa bahwa cinta itu memerlukan sebuah proses, itu saja.

“Hhmm, tapi aku gak bisa jawab sekarang, By. Ini terlalu cepet buat aku,” jawabku kemudian.

“Aku tau mungkin ini bukan waktu yang tepat. Tapi aku bener-bener sayang sama kamu. Jujur, aku gak perlu waktu yang lama buat sayang sama kamu. Mungkin ini emang terkesan gombal. Tapi aku bener-bener pengen kamu yang jadi pendamping aku sampai akhir hidup aku nanti, mel,” jawabnya panjang lebar.

“Baiklah aku kasih kamu kesempatan, By” jawabku kemudian.

Kemudian Rebby tersenyum lebar. Terlihat dengan sangat jelas bahwa binar matanya memancarkan kebahagiaan. Baiklah, kalau memang aku bisa membawa kebahagiaan untuk hidup seseorang, aku rasa tak ada salahnya aku mencoba menjalin hubungan dengannya. Rebby pamit pulang, sebelum pulang ia berterima kasih padaku karena telah memberinya kesempatan untuk membuktikan rasa sayangnya kepadaku. Kemudian aku pun masuk rumah dengan membawa sejuta perasaan berbunga-bunga.

———

“Heh jelek, lu belum cerita sama gueee! Lagian lu habis diapain sih sama Rebby? Kok pulang-pulang lu jadi senyam senyum gak jelas gitu?”

Pertanyaan Alle tadi jelas membuatku kaget. Raut wajahku yang menggambarkan kegembiraan seketika berubah menjadi wajah yang penuh kekagetan. Tapi karena pada dasarnya aku sedang sangat senang, mau tidak mau tak bisa aku tutupi perasaanku itu, apalagi di depan Alle. Setengah berlari menghampiri Alle, langsung saja kupeluk tubuh kakakku itu. Kupeluk erat, seolah aku ingin mengalirkan energi positif dan kegembiraan ini untuknya. Aku pun ingin dia merasakan kebahagiaan seperti yang kurasakan.

“Gue seneeeeeng, Le! Tadi gue baru aja jadian sama Rebby! Gimana dia menurut elu?”

“Yaelah, adik gue ini udah gede rupanya. Udah mulai pacaran nih ceritanyaaaa,” goda Alle.

“Yeh abang mah gitu. Udah jawab aja, giman dia menurut elu?”

“Hhmm, menurut gue sih dia cowo yang baik. Kita liat aja, apa dia bener-bener bisa jagain adik tersayang gue!”

“Gitu kah? Ah abang, gue sayaaaang sama elu, bang!” jawabku sembari mempererat pelukanku.

Entah kenapa setelah itu aku merasa tenang, aku merasa yakin kalau Rebby bisa menjadi laki-laki yang baik buat aku. Kemudian Alle tersenyum seperti biasa. Senyman termanis yang pernah kulihat. Lalu dengan gemas dia mengacak-acak rambutku dan kemudian mencubit pipiku. Mungkin dikiranya aku tetaplah Melisa 15 tahun lalu, Melisa kecil yang bisa dia bully sepuasnya. But, overall, I really love my only one brother.

———

EMPAT

Here, Our Story


Aku memang memiliki hidup yang baik-baik saja selama ini. Tapi, semenjak aku menjalin hubungan dengan Rebby, hidupku terasa lebih berwarna. Menjelajahi kehidupan bersamanya benar-benar terasa menyenangkan. Dia tau banyak hal yang tidak kuketahui. Dia banyak melakukan hal-hal yang berkesan untukku. Dia juga telah rela berkorban banyak untukku.

Aku merasa sangat bersyukur pada Tuhan, karena telah mengirimkan Rebby untukku. Mengirimkan Rebby yang begitu sempurna untukku. Rebby yang mau menerimaku dengan segala kurang dan lebih yang kumiliki. Aku seolah menjadi wanita yang paling beruntung karena memiliki seorang Rebby sebagai pendamping hidupku.

Begitupun dengan Rebby. Tak bosan-bosannya ia mengucapkan hal ini padaku. Ia merasa menjadi lelaki paling beruntung di jagat raya ini karena ia bisa memiliki perempuan sepertiku. Ia bilang bahwa ia menyukai setiap detail yang ada pada diriku. Bukan hanya penampilan, tapi juga sifat, aku punya inner beauty, katanya suatu hari. Walaupun terkadang aku sering bersikap manja dan kekanakkan, tapi Rebby tetap menyukai hal itu. Dia bilang itu merupakan cutie side dari diriku. Ah rebby, ada-ada saja.

“Baru kali ini aku lihat anak basket, tapi penampilannya kaya anak ekskul tari, tarinya tari tradisional pula!” komentar dia suatu hari.

Saat itu kita berdua tengah merayakan anniversary kita yang pertama. Rebby mengajakku ke resto favoritnya. Entah karena siang hari sebelumnya Rebby tengah menyaksikan aku yang sedang tanding basket, makanya malam ini ketika aku menemuinya dengan setelan femininie, dia kemudian berkomentar seperti itu. Rebby memang kerap kali menanyakan hal itu kepadaku. Dia merasa heran mengapa anak basket sepertiku, kemudian dapat berpenampilan seperti layaknya wanita feminine lainnya. Menurut Rebby, anak basket itu seharusnya tomboy. Tapi lebih lanjut dia bilang kalau aku tidak perlu merubah apapun.

“Aku menyukai apapun yang ada dalam dirimu, sayang. Semuanya!” ujar Rebby.

———

Banyak hal yang telah Rebby lakukan yang dapat membuatku senantiasa tersenyum. Masih dapat kuingat dengan jelas saat-saat pertama kita berdua menjalin hubungan. Rasanya senang saja ketika aku melihat status Rebby di jejaring sosialnya bertuliskan “Rebby Singgih Prasetya is in Relationship with Melisa Prameswari”. Kemudian aku iseng membuka twitternya, di akun @byprasetya. Disitu juga tertera dengan jelas, di kolom Bio-nya, Rebby menuliskan “A man who heart Basketball, photography, music, and also really heart my @melprameswari <3”.

Mungkin hal itu merupakan hal kecil. Tapi hal-hal semacam itulah yang membuat aku semakin menyayanginya. Dia bisa menyayangiku dengan caranya, dengan kesederhanaannya, dengan kelembutannya, dan juga dengan cinta kasihnya.

Masih kuingat pula ketika dia merayakan ulang tahunku yang ke-17. Dia tidak memberiku sebuah huge party beserta kado-kado, makanan, minuman, badut, atau apapun yang biasanya ada di perayaan pesta ulang tahun. Dia hanya datang bertamu ke rumahku, menemuiku dan juga anggota keluargaku yang lain. Dia hanya membawa sebuah kue kecil dengan sebuah lilin berwarna emas yang bertuliskan “Happy Sweet Seventeen My Melisa”. Kemudian dia mengajak Ayah, Ibu dan juga Alle untuk sama-sama mendoakan yang terbaik untukku. Barulah pada saat terakhir perayaan itu, Rebby terlihat mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berisi sebuah cincin dengan sebuat permata yang bertahta diatasnya. Dia pasangkan cincin itu di jemariku, dan itu merupakan hadiah terindah yang pernah kudapatkan.

Belum lama menjalin hubungan dengannya, tapi kamarku benar-benar telah penuh oleh potret kami berdua. Setiap kali kita hang-out berdua, pasti Rebby selalu mengabadikan momen-momen itu dengan kamera SLR miliknya. Dan karena Rebby mempunyai studio foto sendiri di rumahnya, maka Rebby selalu mencetak foto-foto kami itu dengan cepat. Dia selalu mencetak setiap fotonya dengan dua kali copy. Satu untukknya dan satu untukku. Dia bilang dia akan menempelkan foto-foto itu di kamarnya, dan aku harus menempelkan foto-foto itu di kamarku juga.

So, here it is! Kamarku seolah berubah menjadi studio foto dadakan. Banyak potret aku bersama Rebby yang aku tempelkan di dinding kamar. Bahkan saking banyaknya, foto-foto tersebut hampir memenuhi seluruh dinding kamar. Belum lagi foto yang aku simpan di buffet, di meja belajar, di meja rias, di meja lampu, dll. Selalu potretku sedang bersama Rebby. Ada foto saat anniversary, perayaan ulang tahunku, ulang tahunnya, dan banyak pula foto yang menampilkan potret kami saat melakukan ritual rutin ‘spending our Saturday nite together’, ritual rutin ‘our culinary trip’, saat-saat liburan bersama keluargaku atau keluarganya, atau bahkan potret tak penting sekalipun. Ada potret Rebby yang sedang marah, potretku yang sedang manyun, potret kami yang sedang mengenakan couple tee, dan masih banyak potret-potret lainnya.

———

LIMA

The Weakness of My Hero


Sebentar lagi Rebby akan menghadapi Ujian Nasional. Ini merupakan waktu buatnya untuk selangkah lebih dekat dengan cita-citanya. Jauh-jauh hari sebelumnya, guru BK-nya telah menawarkan pada Rebby sebuah beasiswa to study abroad in England. Selain belajar formal, disana juga Rebby akan mendapat pelatihan basket khusus selama setahun oleh para pelatih sekelas internasional.

Pihak sekolah jelas tidak akan melewatkan kesempatan ini. Pihak sekolah paham betul bahwa Rebby layak mendapatkan kesempatan ini. Secara akademis, nilai-nilai Rebby selalu di atas rata-rata. Dia sering menduduki peringkat tertinggi di kelasnya. Sedangkan untuk urusan basket, jelas pihak sekolah sangat tidak meragukannya. Rebby adalah atlet basket kebanggan SMA Pelita Jaya.

Pada awalnya Rebby sempat tidak setuju dengan tawaran pihak sekolah ini. Dia sempat megutarakan hal ini kepadaku. Aku berpikir, kiranya alasan apa yang menyebabkan Rebby menolak kesempatan emas yang tak mungkin datang dua kali ini. Dan ternyata utamanya adalah aku. Rebby tak mau meninggalkanku disini. Walaupun dia tidak selamanya menetap disana, tapi tetap saja Rebby tidak mau meninggalkanku. Hal itu jelas-jelas membuatku terharu. Bagaimana mungkin seorang Rebby rela membuang cita-citanya hanya demi aku! Jika mengingat ini dadaku selalu terasa sakit, dan selalu kuakhiri dengan tetesan air mata.

Sebagai pacarnya, jelas aku menginginkan yang terbaik untuk Rebby. Untuk itulah aku selalu membujuknya agar mau menerima usulan pihak sekolah untuk melanjutkan kuliah ke luar negri ketika selesai dan lulus Ujian Nasional. Entahlah, setiap kita membicarakan hal ini, Rebby hanya meresponku dengan satu senyuman simpul, itu saja. Tanpa mengutarakan alasan yang lebih jelas.

———

Ujian Nasional hanya tinggal seminggu lagi. Belakangan ini pun Rebby memang jarang menghubungiku. Kita juga benar-benar mengurangi intensitas pertemuan kami. Jika bukan di sekolah, kita hanya akan bertemu bila Rebby memutuskan untuk mengunjungiku di rumah. Tapi seminggu menjeang UN ini Rebby benar-benar jaraaaang ada untukku. Dapat ku hitung dengan jari seberapa sering ia mengirimiku sms dalam seminggu. Apalagi untuk menelponku.

Sebagai pacarnya aku mencoba untuk mengerti. Aku selalu menanamkan pikiran positif bahwa Rebby pasti tengah sibuk belajar untuk menghadapi UN ini. Aku juga tak ingin Rebby gagal. Aku ingin dia berhasil dan meraih cita-citanya untuk menjadi atlet basket sekelas dunia.

Tapi kemudian aku benar-benar panik ketika sama sekali tak ada kabar darinya. Ku coba hubungi ponselnya, tapi tak ada jawaban. Kemudian kuputuskan untuk menghubungi mamanya. Ketika tersambung, kemudian kudengar suara terisak di ujung sana,

“Tante, ini Melisa. Melisa mau nanya tante, Rebby kemana ya? Sudah beberapa hari ini Melisa gak dapat kabar dari Rebby. Apa Rebby ada di rumah, tante?” tanyaku tak sabar.

Sebelum menjawab pertanyaanku, kudengar wanita di ujung sana menghela napas panjang.

“Rebby ada di rumah, Mel. Dia gak bisa mengunjungi kamu. Coba kamu aja yang datang kemari ya, Mel.”

“Memangnya Rebby kenapa tante? Kenapa Rebby gak bisa datang kesini?”

Tapi mamanya Rebby tak menjawab pertanyaanku. Dia hanya menghela napas panjang sebelum akhirnya terisak lagi lalu memutuskan sambungan telpon.

Setelah menutup telpon, aku terpaku. Seolah ada debaran aneh yang memaksa masuk. Debaran aneh yang jauh berbeda dengan debaran ketika aku pertama kali jatuh cinta pada Rebby. Debaran kali ini entah mengapa terasa lebih menyakitkan. Rasa sakitnya kemudian membuat napasku tersengal. Rasanya seperti dihimpit oleh dua dinding tinggi dari dua sisi yang berbeda. Sebelum aku berpikiran yang aneh-aneh mengenai Rebby, cepat-cepat aku pergi menuju rumahnya.

———

Ketika aku sampai di pelataran rumah Rebby, kulihat banyak sanak familinya yang berkumpul. Ada murung yang dapat kutangkap dari sorot mata mereka. Dengan tergesa ku berlari menuju kamar Rebby. Dan pemandangan yang kulihat disana benar-benar membuat tubuhku lemas.

Disana, dikamar yang cukup luas itu dapat kutemui Rebby – kekasihku, pahlawanku, belahan jiwaku – yang tengah terbaring tak berdaya dengan selang infus yang membalut lengan kirinya. Dia sedang tak sadarkan diri. Kedua matanya terpejam. Berat tubuhnya kulihat menurun sangat drastis. Bagaimana mungkin otot-ototnya yang kekar itu seolah lenyap dan digantikan dengan tulang yang tampak mencuat di beberapa bagian tubuhnya itu.

Betapa tak kuasa aku melihatnya dalam keadaan seperti itu. Bahkan untuk bernapas saja, ia  harus menggunakan selang yang terpasang di hidungnya. Pandanganku nanar, lambat laun semuanya terasa gelap. Tubuhku limbung. Aku tak kuasa menahannya hingga aku terjatuh pingsan.

Saat aku tersadar, mama Rebby tengah berada di sampingku. Aku didudukkan pada sebuah sofa yang terletak di sudut kamar Rebby. Belum sempat aku bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi, mama Rebby keburu angkat bicara,

“Rebby sakit, Mel. Tante tau kamu pasti kaget, karena tante yakin Rebby pasti gak pernah cerita sosl penyakitnya sama kamu.”

What, penyakit?? Rebby sakit? Separah itukah penyakit yang diderita Rebby sampai-sampai ia tidak mau menceritakannya padaku, pacarnya. Aku ini kan pacarnya! Apa salahnya jika ia menceritakan semuanya padaku?

“Kamu jangan marah sama Rebby, Mel. Kasihan dia. Dia pasti punya alasan tersendiri kenapa dia gak bilang tentang hal ini sama kamu. Dia gak pengen bikin kamu khawatir, bikin kamu sedih,” ujar mama Rebby.

“Emangnya Rebby sakit apa, Tante?”

“Rebby sebenernya udah lama menderita penyakit ini. Dia kena kanker darah sayang, leukimia. Kalo dia kambuh biasanya gak separah ini. Tante gak tau, mungkin ini saat-saat terkhir buat Rebby. Padahal tante sudah berulang kali mengingatkan dia untuk keluar dari ekskul basket itu. Dia gak boleh kecapean, Mel” ujar mama Rebby sambil menangis.

God, aku gak salah denger kan?! Rebby sakit leukimia? Kenapa dia gak pernah ceritaaaa. Aku tidak tau dengan jelas tentang penyakit ini. Tapi ini kanker! Sepengetahuanku, penyakit kanker itu mematikan, apalagi leukimia. Sering kulihat kisah-kisah orang yang menderita penyakit ini lewat televisi maupun hasil dari membaca buku. Senuanya meninggal, karena penyakit ini susah disembuhkan. Oh Tuhan, apa Rebby juga akan pergi? Tolong jangan ambil dia dari sisiku, Tuhan. Aku sangat menyayanginya. Berikanlah dia kesembuhan, Tuhan. Tolong biarkan dia untuk tetap menemani hari-hariku, Tuhan. Aku mohon…

Kemudian kuberanikan diri menghampiri sosok Rebby yang tengah terpejam itu. Aku duduk di sampingnya, meraih tangannya, kemudian menatap dalam pada wajahnya. Sungguh tak tega aku melihatnya. Pipinya yang dulu sering kucubit gemas karena chubby, kini tak ada lagi digantikan dengan pipi yang tirus oleh tulang. Suhu tubuhnya dingin, dan wajahnya pun pucat pasi.

Kata mamanya, Rebby sengaja tak ingin dipindahkan ke Rumah Sakit. Rebby tak suka disana, katanya. Rebby lebih suka di rumah sendiri, menunggu Tuhan datang menjemputnya. Aku berharap saat ini Rebby sadar dan dapat membuka kedua matanya. Aku ingin dia tau bahwa aku saat ini tengah berada di sampingnya. Aku ingin dia mendengar bahwa aku teramat menyayanginya, bahwa aku teramat tak ingin jika dia pergi dari hidupku.

———–

ENAM

Wonderful Day with Him


Terduduk ku memandangi nisan dan surat terkhir pemberian Rebby. Pada saat terakhir hidupnya dia sempat menuliskan surat untukku yang kemudian dia titipkan pada Alle. Ah, ternyata dulu Alle telah mengetahui terlebih dahulu mengenai penyakit yang diderita Rebby.

Kupandangi surat itu. Kecoba meresapi setiap makna yang terkandung di dalamnya. Kucoba untuk merasakan segenap cinta yang Rebby miliki untukku yang ada dalam setiap hurufnya. Tak terasa susut mataku basah lagi. Rebby terlalu berarti untukku.

“Melisa sayang, maafkan aku. Mungkin ketika kamu baca surat ini, aku udah gak ada di samping kamu lagi. Mungkin aku udah gak ada di dunia ini lagi. Mungkin aku udah gak bisa liat kamu lagi tiap hari. Forgive me honey… aku gak ada maksud untuk merahasiakan apapun dari kamu. Aku cuma gak mau bikin kamu kepikiran, aku gak mau bikin kamu khawatir. Aku terlalu sayang sama akmu, Mel. Aku gak mau liat kamu nangis. Oleh karna itu, aku pengen kamu baik-baik aja. Aku pengen kamu jalani hidup kamu dengan senyuman. Aku harap kamu dapat penggantiku secepatnya, Mel. Aku gak mau kamu lama-lama murung karna terus-terusan mikirin aku. Percaya deh, aku baik-baik aja. Suatu saat nanti kita bakal ketemu lagi kok, sayang! Kecup kamu :* Rebby S. Prasetya”

Rebby lihatlah, baru sekarang aku bisa sadar, seberapa banyak air mata yang ku keluarkan tak akan mungkin dapat membuat ragamu hadir kembali disini. Seberapa lama aku berkawan dengan murung pun, tetap tak akan membuatmu datang lagi padaku. Aku sadar bahwa kita hanya terpisah dengan raga, karena jiwa kita masih tetap bersama. Kamu masih tetap ada di satu tempat khusus dalam hatiku.

Kemudian kutengadahkan kedua telapak tanganku, dan dengan terbata kuucapkan doa untuknya. Kulantunkan asma Allah untuknya, agar jadi penerang untuknya di alam sana.

Bunga yang kutaburkan di makamnya menjadi saksi bahwa hari ini aku sudah bisa mendoakannya sambil tersenyum. Sudah kurelakan dia disana. Aku sadar saat ini aku tidak sendiri lagi. Tuhan dengan murah hatinya mengirimkan padaku seorang malaikat yang dapat menggantikan posisimu disini untuk menjagaku. Tapi kamu tetaplah kamu, walau hadirmu kini hanya dapat kurasakan dalam hati saja.

Kemudian kupandangi batu nisan itu. Batu nisan yang memuat namamu disana. Terkadang masih sempat terlintas dalam benakku, apa jadinya kamu jika Tuhan masih tetap memberimu waktu untuk bernapas sampai hari ini? Akankah kau menjadi atlet basket pro seperti impianmu dahulu? Ataukah kau akan melanjutkan studimu di negri Paman Sam itu? Atau mungkin kau akan tetap menjadi pendampingku dan kemudian kita melangkah bersama meniti hidup ini, berusaha mewujudkan asa kita bersama?

Tak terasa sore telah tiba. Hujan kali ini telah reda. Samar-samar dapat kulihat pelangi yang muncul di baliknya rimbunnya pepohonan yang ada di tempat Pemakaman Umum ini. Ada yang berbeda semenjak dua tahun belakangan ini. Rizki Nugraha selalu menemaniku untuk menemui Rebby. Dan saat ini, ditahun kelima peringatan kematian Rebby, Rizki dengan setianya menemaniku meski saat ini ia dengan terpaksa hanya menungguku di mobil.

Rizki adalah lelaki yang kukenal dua tahun belakangan ini. Dia merupakan lelaki yang dikenalkan padaku oleh sahabat-sahabatku Felli, Resti dan Syifa. Mereka tak ingin aku terus berlarut-larut memikirkan Rebby. Menurut mereka sudah cukup 3 tahun waktuku yang aku buang percuma dengan hanya meratapi kepergian Rebby. Aku mencoba percaya akan perkataan mereka yang bilang kalau Rizki adalah lelaki baik yang tepat untukku. Lagipula merka tak mungkin tega menjerumuskanku dengan mengenalkan lelaki yang tidak baik.

Rizki kuliah di kampus yang sama denganku. Dia mengambil jurusan Interior Design. Yang aku salutkan dari sosoknya adalah kemampuannya menungguku. Ya, kemampuan untuk menungguku mencintainya dengan sepenuh hati, bahkan hingga detik ini. Memang kuakui sudah dua tahun kita menjalani hubungan. Tapi selama dua tahun itu pula aku masih belum bisa menghilangkan sosok Rebby dari hidupku.

Tapi hal itu tak lantas mengurangi rasa sayang Rizki terhadapku. Dia tetap sabar menungguku untuk bisa mencintainya dengan utuh. Tak ada sedikitpun niat di benaknya untuk pergi meninggalkanku. Karena menurutnya, aku justru butuh seseorang untuk menemani hidupku. Dan dia dengan siap sedia akan melakukan hal itu. Dia bilang padaku bahwa ia pernah berjanji pada dirinya sendiri untuk bisa membuatku tersenyum riang seperti sedia kala. Dan ia terus mencoba.

Menurutnya, aku akan tampak lebih cantik bila tersenyum. Felli, Resti dan Syifa pun kerapkali menunjukkan pada Rizki beberapa potretku yang sedang tersenyum lepas. Dari situlah ia bertekad untuk mengembalikan senyumku yang pernah ada. Tapi kepergian Rebby begitu membekas di hatiku, sehingga hal itu membuat Rizki harus lebih sabar menungguku.

“Sayang, kamu mau disini sampe kapan? Ini udah mau malem loh,” ujar Rizki yang tiba-tiba datang menghampiriku. Ternyata ia tak betah lama-lama menungguku di mobil. Ia khawatir, katanya.

“Eh iyaa sayang. Kamu udah nunggu lama ya? Maaf deh…Ini udah selesai kok. Yuk kita pulang,” jawabku serya berdiri kemudian mengamit lengannya.

“Eh, eh ada apa ini? Tumben kamu romantis gini sama aku, pake rangkul tangan aku segala?”

“Gak ada apa-apa kok sayang. Wajar dong aku kaya gini, aku kan pacar kamu.”

Masih kulihat kebingungan yang muncul dari pancaran matanya. Aku tersenyum padanya, senyum manis yang dulu pernah ada. Sudah kuputuskan bahwa mulai saat ini aku akan kembali tersenyum. Karena Rebby sudah tenang disana, dan karena saat ini Rizki ada disini, menemaniku.

Kemudian sambil mengamit lengannya kami berjalan beriringan. Tak lama kemudian ia lepaskan lenganku yang mengamitnya, lalu ia menggenggam erat tanganku sambil terus berjalan. Tak henti-hentinya kulihat dia tersenyum, senyuman tulus yang semakin memperjelas gambaran wajah tampannya itu.

Sosok Rizki memang tak bisa disamakan dengan Rebby. Bagaimanapun mereka berdua adalah pribadi yang berbeda. Tapi hanya ada satu hal yang sama. Rizki dan Rebby  sama-sama tidak tahan jika melihatku menangis. Itu saja.

Sebelum menutup kaca mobil, kusempatkan untuk melihat pemakaman itu sekali lagi. Hujan benar-benar sudah reda saat ini. Hanya menyisakan embun yang sejuk dan menentramkan hati. Dan pelangi yang muncul di ujung pepohonan itu benar-benar tersenyum lebar. Sinarnya itu tertuju untukku, Rizki, dan juga untuk Rebby di surga.

“By, kamu yang tenang ya disana. Aku sudah cukup bisa melepasmu. Aku baik-baik saja disini. Aku tau, pasti kamu yang minta sama Tuhan buat ngirimin Rizki buatku. Makasih, By. Sekarang aku minta izin sama kamu untuk ngasih hati aku sepenuhnya buat Rizki. Kamu pasti ngasih izin kan?”

-TAMAT-

Penulis: Lisda Karmachameleon - @lisdapalupi

Pages

@IoAddakhil. Diberdayakan oleh Blogger.