Gelar Gr Bagi Guru, Menurut Saya . . .

on Sabtu, 15 Februari 2014
Indonesia saat ini berada dalam masa keemasannya. Hal ini ditandai dengan banyaknya usia produktif ketimbang non produktif, dibutuhkan 100 tahun lagi untuk mengulang masa keemasan ini. Peristiwa ini dapat disebut dengan periode bonus demografi. Bonus demografi ini dikaitkan dengan penduduk usia kerja, Indonesia saat ini sedang memasuki masa dimana penduduk usia produktifnya terus meningkat. Dalam hal ini usia produktif yang dimaksud adalah seluruh penduduk Indonesia usia 15 tahun sampai dengan usia 64 tahun. Diharapkan ekonomi bisa tumbuh tinggi seiring dengan banyaknya usia produktif ini.

Bonus demografi ini harus dipersiapkan melalui berbagai investasi agar periode bonus demografi tidak dapat memicu meningkatnya pengangguran, konflik sosial, masalah kesehatan dll. Salah satu investasi penting yang bisa dilakukan adalah investasi dalam bidang pendidikan, karena suatu hal yang percuma saja jika Indonesia memiliki jumlah usia produktif yang tinggi tetapi tanpa dibekali dengan skill dan pendidikan yang mumpuni. Hal ini hanya akan menambah jumlah pengangguran yang ada dan pada akhirnya akan memicu munculnya banyaknya konflik sosial yang ada di masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui saat ini standar pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara maju di dunia, atau bahkan masih lebih buruk di bandingkan dengan negara-negara tetangganya. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian yang di umumkan pada tahun 2013 yang dilakukan oleh Programme for International Study Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) yang menyebutkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia adalah salah satu negara dengan peringkat terendah dalam pencapaian mutu pendidikan. Pemeringkatan tersebut dapat dilihat dari skor yang dicapai pelajar usia 15 tahun dalam kemampuan membaca, matematika, dan sains. Survei ini melibatkan responden 510 ribu pelajar berusia 15-16 tahun dari 65 negara dunia yang mewakili populasi 28 juta siswa berusia 15-16 tahun di dunia serta 80 persen ekonomi global.


Elizabeth Pisani seorang epidemiologis dan mantan jurnalis kelahiran Amerika Serikat yang telah lama tinggal di Indonesia mengatakan bahwa mayoritas anak-anak Indonesia terutama yang berusia 15 tahun tidak memiliki kemampuan dasar yang diperlukan dalam masyarakat modern saat ini. Elizabeth Pisani mengtakan bahwa anak-anak di Indonesia sangat dirugikan oleh sistem yang memperlakukan pekerjaan mengajar sebagai kesempatan untuk menyepakati, menetapkan standar sangat rendah yang menuntut anak-anak yang gagal untuk mengembangkan kreativitas dan memecahkan masalah dengan segala macam cara. Dia juga kecewa karena orang tua dan para pembayar pajak di Indonesia tidak menuntut lebih atas sistem pendidikan.

Mutu pendidikan Indonesia yang rendah sebagaimana tercermin dari hasil studi PISA dan paparan dari Elizabeth Pisani memperlihatkan ada sesuatu yang salah dalam sistem persekolahan dan kebijakan pendidikan Indonesia. Ujian nasional dan berbagai tes lainnya, perubahan kurikulum dari waktu ke waktu, program sekolah unggulan (sekolah bertaraf internasional), kompetisi dalam berbagai Olimpiade, penambahan jam belajar, serta sertifikasi dan ujian kompetensi guru ternyata gagal meningkatkan mutu pendidikan. Sepertinya Indonesia perlu mempersiapkan agenda reformasi pendidikan.

Guru adalah tonggak utama dalam mesukseskan proses pendidikan yang dilaksanakan. Menurut UU no. 14 tahun 2005 guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Terlihat sangat jelas tugas maha berat di emban oleh guru dalam mencerdaskan anak Indonesia.

Berbicara mengenai guru, ada hal yang menarik bagi saya. Sekitar dua atau tiga hari kemarin saya membaca sebuah berita di media online bahwa guru akan mendapatkan gelar Gr, seperti dokter. Menurut Mohammad Nuh yang merupakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan setelah menyandang gelar sarjana pendidikan guru harus menempuh jalur pendidikan profesi seperti dokter untuk dapat mengajar. nantinya pendidikan profesi guru akan ditempuh selama 1-2 tahun. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 87 Tahun 2013.

Dengan diberlakukannya ketentuan ini berarti surat ijin mengajar bagi lulusan kependidikan atau biasa disebut dengan Akta IV tidak berlaku lagi. Bagi saya yang merupakan seorang lulusan baru sarjana pendidikan guru, ini merupakan hal yang sangat lucu. Ketentuan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 87 Tahun 2013 ini ditetapkan pada tanggal 2 Agustus 2013, tetapi saya masih mendapatkan Akta IV di  wisuda saya pada tanggal 18 Desember 2013. Apakah bisa di katakan Akta IV yang saya dapatkan tersebut sampah belaka karena sudah tidak berlaku lagi ?

Saya belum mengetahui secara pasti apakah seorang sarjana pendidikan guru yang belum menempuh jalur pendidikan profesi tidak diperkenankan  untuk dapat mengajar seperti halnya seorang dokter tidak boleh berpraktek sebelum mendapatkan pendidikan profesi. Jikalau benar seperti itu, berarti gelar sarjana yang ditempuh selama pendidikan di universitas bisa dikatakan sebagai sampah juga ? Karena bagi mereka yang mendapatkan gelar tersebut tidak bisa langsung mengabdikan ilmunya kepada murid-murid di masyarakat. Tetapi saya sadar betul pastinya Pemerintah melalui Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai tujuan yang baik dalam memutuskan untuk melaksanakan pendidikan profesi tersebut. Tetapi pendidikan profesi yang harus dilaksanakan kurang lebih selama 1-2 tahun tersebut akan menimbulkan beban baru bagi mereka para calon guru-guru. Harapan mereka pastinya setelah mendapatkan gelar sarjana ingin langsung mengabdikannya sebagai sebuah pekerjaan kepada masyarakat. Tetapi sebelum itu, mereka harus meluangkan lagi banyak waktu, pikiran dan tentunya biaya sebelum mengabdikan diri sebagai guru.

Lebih mirisnya lagi bagi mereka sarjana pendidikan guru ternyata mempunyai kesetaraan yang sama dengan para sarjana non kependidikan yang juga ingin menempuh jalur pendidikan profesi untuk menjadi seorang guru profesional. Jadi apa artinya gelar sarjana pendidikan yang mereka dapatkan ? Terlebih struktur kurikulum program pendidikan profesi berisi lokakarya pengembangan perangkat pembelajaran, latihan mengajar melalui pembelajaran mikro, pembelajaran pada teman sejawat, dan Program Pengalaman Lapangan (PPL), dan program pengayaan bidang studi dan atau pedagogi bagi mereka yang merupakan sarjana pendidikan guru sudah pernah dapatkan selama berkuliah. Ini mungkin berarti hanya untuk mengulang saja ? Yang berarti juga akan membuang waktu dan biaya lagi bagi mereka para sarjana pendidikan guru ?

Sekali lagi saya katakan, pastinya Pemerintah melalui Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai tujuan yang baik dalam memutuskan untuk melaksanakan pendidikan profesi ini. Tetapi menurut saya itu bukan hal yang penting dan mendesak. Menurut saya Pemerintah harus berupaya mengadakan guru-guru di seluruh Indonesia termasuk di daerah pedalaman, memperbaiki kesejahteraan guru ataupun memperbaiki dan menyamaratakan fasilitas pendidikan seperti sekolah yang layak di seluruh wilayah Indonesia. Sebagaimana kita ketahui sekarang, suatu hal yang lumrah telah kita lihat jomplang-nya pelayanan pendidikan seperti pengadaan guru di daerah dan kota-kota besar. Tentunya kita pernah menyimak acara seperti Lentera Indonesia di Net TV yang menggambarkan para pengajar muda yang mengabdi di daerah-daerah yang mempunyai keterbatasan guru pengajar ataupun akun twitter @1000_guru yang menggambarkan para anggota komunitasnya bertraveling sambil mengajar anak-anak di daerah tertinggal yang tidak terlihat oleh kita masyarakat kota besar.

Menurut saya program pendidikan profesi ini sangat bagus untuk mereka para sarjana non kependidikan yang ingin menjadi seorang guru. Hal ini dapat membantu menambah jumlah guru yang ada untuk mengabdi sebagai seorang guru di daerah-daerah. Bagi sarjana pendidikan guru, tidak usah lagi mengikuti program pendidikan profesi karena saya pikir kompetensi yang mereka punyai sudah cukup mumpuni dari perkuliahan yang telah tempuh selama memperoleh gelar sarjana kependidikan. Saya tidak berharap dengan dilaksanakannya  program pendidikan profesi bagi guru ini akan mengurangi jumlah guru yang akan mengabdi mencerdaskan anak-anak bangsa ini, karena toh sebelum di adakannya program pendidikan profesi sudah banyak para sarjana kependidikan beralih profesi menjadi seorang pegawai swasta atau pegawai kantoran karena sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan menjadi seorang guru ataupun menjadi seorang guru yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.


Maju terus pendidikan Indonesia!

2 komentar:

Puja Putri mengatakan...

Ijin blogwalking ya. :-)
Ada lomba menulis dari MBC nih. Click This!

Unknown mengatakan...

jangan jadikan dunia pendidikan sebagai bisnis, mudah2an semua warga negara bisa menikmati kemerataan kualitas pendidikan

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung dan silahkan berkomentar :)

Pages

@IoAddakhil. Diberdayakan oleh Blogger.